View dari Pananjakan II |
Salah satu tempat terbaik
untuk melihat sunrise (terbitnya
matahari) adalah di Bromo. Paling tidak
begitu kata sebagian besar orang.
Selain itu suhu udaranya yang
sejuk dan pemandangan indah di seluruh kawasan TN Bromo-Tengger-Semeru ini
mejadikan salah satu favorit tujuan wisata baik bagi wisatawan domestik maupun
mancanegara.
Akhirnya setelah sekian lama, kali
ini kami pun berkesempatan untuk mengunjungi Bromo secara langsung. Dengan
menggunakan mobil sewaan, liburan keluarga kami kali ini diawali dari Bandara Juanda, Surabaya.
Sebenarnya kami, saya, istri
dan anak berencana untuk singgah ke air terjun Madakaripura, namun karena
derasnya hujan yang turun maka batal lah sudah.
Memang demi keamanan, jika terjadi hujan orang setempat akan melarang
atau tidak membolehkan pengunjung ke air terjun tersebut. Apa mau dikata ? Nyatanya di awal April ini, curah hujan masih
cukup tinggi.
Perjalanan pun berlanjut menuju
Desa Ngadisari yang berjarak sekitar 15 km lagi.
Menjelang sore kami pun tiba
di kawasan yang berketinggian 2.392 mdpl tersebut. Ditemani suhu yang cukup dingin kamipun melihat-lihat
daerah sekitar. Dari atas, terlihat lautanpasir yang luas membentang. Lalu kami memutuskan untuk menginap di salah
satu penginapan disana, Hotel Café Lava sebagai tempat istirahat malam nanti.
Makan malam pun kami lalui di
restoran hotel ini, disana sudah ada beberapa kelompok tamu lainnya yang juga
sedang bersantap. Sepertinya, malam itu
semua tamu yang ada disana berasal dari mancanegara. Selain memang hotel ini
menjadi tempat favorit turis asing, waktu yang kami pilih ketempat ini pun
sengaja di hari Minggu, dengan pemikiran untuk menghindari terlalu banyak orang
yang akan ‘berebut’ unutk melihat sunrise
nantinya.
Setelah menyantap makan malam,
di lobi hotel saya pun mulai melakukan ‘pendekatan’ dengan tukang ojek yang
memang sedari sore tadi ada disana, sejak kami check in. Hal ini saya
lakukan karena saat kami tiba sore tadi pihak hotel t member ahu bahwa saat ini
tidak bisa menggunakan Jip (mobil) untuk turun ke kawasan bawah (kawah, dll)
dikarenakan adanya longsoran ygmengakibatkan tertutupnya jalan untuk sementara. Memang tadi sore pun kami bisa melihat
longsoran itu.
Dikarenakan kondisi tersebut,
beberapa tamu disana memutuskan hanya akan melihat sunrise di pananjakan, setelah itu mereka akan meninggalkan bromo
tanpa turun ke kawasan bawah.
Namun tidak bagi kami. Befikir sudah sampai disini, maka sayang jika
dilewatkan begitu saja. Pendekatan ke tukang ojek tadi adalah langkah awal
menyusun rencana untuk esok hari.
Setelah diskusi sampe membahas
peta dengan sang pengojek, Pak Sugi kata sepakat pun terjadi. Yeaah…kami akan mulai perjalanan dari
Pananjakan sampai Tumpang, Malang.
Sekitar jam 4 pagi, kami pun
sudah bersiap-siap untuk memulai perjalanan dan Azzam pun masih terlelap dalam
tidurnya. Azzam berada ditengah-tengah
antara saya dan mas ojek, sementara Nouf di motor satunya.
Deru motor pun menembus gelap
yang dibalut dingin nya udara Bromo pagi itu.
Sekitar 20 menit, kamipun tiba
di lokasi dimana dimulainya perjalanan ke pananjakan yang harus ditempuh dengan
berjalan kaki. Disana sudah ada sekitar
puluhan orang lainnya dengan tujuan yang sama dengan kami. Antara bangun dan
masih terkantuk-kantuk, Azzam mendekap saya dalam gendongan.
Ditempat ini ada pilihan
antara melakukan perjalanan dengan berjalan kaki atau dengan menaiki kuda
sewaan yang tersedia disana. Kami
memilih berjalan kaki.
Akhirnya sampailah kami di
lokasi tujuan disambut sinar matahari yang mulai memancar lembut dari arah Timur. Mulai terlihat kilauan blitz yang keluar dari kamera-kamera yang tak henti-hentinya mengabadikan
moment tersebut.
Untuk menghangatkan tubuh,
kamipun memesan teh dan kopi serta melahap beberapa potong pisang goreng yang
dijajakan penjual disana.
Selain view Sunrise yang diabadikan, yang dapat
dilihat dari atas sana adalah Kawah Bromo, Gunung Batok, Gunung Semeru yang
samar-samar kelihatan. Intinya
sekeliling dari spot Pananjakan II tersebut tak luput di rekam oleh kamera.
Matahari pun semakin menjulang
tinggi dan orang-orang yang sudah merasa puas menikmati pemandangan yang
menakjubkan tersebut beriringan meninggalkan Pananjakan II.
Dari Pananjakan II kami
melanjutkan perjalanan yang memakan waktu sekitar 1 jam ke Kawah Bromo,
sebelumnya mampir ke hotel untuk mengambil barang dan sekalian check out.
Dimulai dari perhentian
terakhir sepeda motor yang letaknya di seberang Pura Poten, Azzam pun memilih
untuk menunggang kuda. Namun dia
berjalan sendiri ketika menaiki tangga untuk menuju kawah Bromo.
Mengenai Pura Poten, Pura ini adalah sebuah pura milik masyarakat
tengger yang terletak di tengah lautan pasir gunung Bromo.
Lagi-lagi suatu pemandangan
menakjubkan dapat melihat kawah secara dekat ketika kami sudah berada di atas.
Setelah melihat-lihat kawah,
kami pun turun dan mengisi perut di penjual makanan yang dijajakan oleh
masyarakat setempat.
Merasa perut sudah cukup untuk
menghangatkan badan, perjalanan dilanjutkan dengan pemberhentian di pasir
berbisik yang masih ditengah-tengah lautan pasir dan lalu berlanjut ke bukit teletubbies, padang rumput yang
berbukit-bukit.
Dari perjalanan yang berpasir,
kami pun mulai memasuki jalanan tanah dan jalanan yang di cor namun sudah rusak
dengan dinding bukit sebelah kiri dan
jurang berada di kanan. Sesekali kami berpapasan dengan pengendara motor
lainnya.
Sekitar jam 10, sampalah kami
di pertigaan jemplang. Di pertigaan ini,
kita masih dapat memandang bukit teletubbies yang terhampar bagaikan karpet
raksasa dan sebagian lautan pasir Bromo.
Pertigaan ini merupakan
pemisah antara jalan menuju tumpang dan ranu pani (menuju pos masuk pendakian
ke Gunung Semeru).
Daerah yang kami lewati
selanjutnya adalah Desa Ngadas. Perjalanan
sedikit menurun yang merupakan kombinasi dari aspal dan cor-an yang juga
rusak. Dengan udara yang lumayan dingin
dan berkabut di beberapa tempat, kami juga disuguhkan hutan lebat, pohon pinus
dan hamparan teras iring perkebunan sayur masyarakat tengger.
Perlu diingat bahwa mengendarai
sepeda motor di jalur ini memang butuh kewaspadaan extra .
Kurang lebih satu jam dari
pertigaan tadi, kami memutuskan untuk berhenti di air terjun Coban Pelangi.
Dari pintu masuk, melalui
turunan, melewati hutan pinus sampailah kami di air terjun Coban Pelangi yang
ketinggian nya sekitar 110 meter.
Biasanya akan mucul pelangi dari butiran air terjun yang terkena sinar
matahari.
Jika menuju air terjun sekitar
30 menit, maka perjalanan kembali yang lebih menanjak memakan waktu sekitar 45
menit.
Melewati kawasan yang masuk
dalam kecamatan Poncokusumo, Malang ini banyak terlihat perkebunan apel masyarakat
di sisi kiri-kanan jalan sebagai sumber penghidupan mereka.
Tak terasa, perjalanan yang
dimulai dari hotel di Bromo hingga tiba di Tumpang, Malang ini kami lewati
dalam waktu sekitar hampir 9 jam.
wah Azzam sama Bunda naik Ojek. Ayah Azzam jalan kaki dong ? :)
ReplyDeletemenarik sekali bang perjalanan ke Bromo-nya :)
Ahahaha....Bapak lari-lari kecil
ReplyDeleteThank you, Yud sudah menemangati :D
Pengen banget kesini,,
ReplyDeleteDian: Semoga bisa segera kesana :D
ReplyDelete