Soto
Sokaraja di Purwokerto menjadi pilihan kami untuk sarapan pagi di hari sabtu
itu. Semua orang segera menyantap pesanannya masing-masing ketika
mangkok-mangkok putih berisi soto mendarat di meja.
Setelah
beres dengan urusan perut, dengan menggunakan 2 mobil rombongan kami yang kali
ini terdiri dari 14 orang meluncur ke dataran tinggi Dieng setelah kemarin
malam menuntaskan perjalanan dari Jakarta ke Purwokerto dengan menggunakan
kereta api.
“jam berapa, bud?” tanya saya ke budi beberapa
saat setelah kami sampai di area pintu masuk pendakian Gn. Prau. “jam 2
kurang, de. Paling ntar kita mulai naik jam 3’, jawab budi sambil melihat
ke jam tangan nya.
Beberapa
dari kami, membeli beberapa makanan yang masih kurang sekaligus re-packing ransel yang kami bawa.
Mas
Meno, yang membantu kami dalam perjalanan kali ini, langsung membagi tugas pada
beberapa orang (porter) yang akan
membawa ransel-ransel (besar) kami.
Sore
itu, terlihat di pintu masuk pendaki-pendaki lain yang juga berencana melakukan
pendakian ke Gn. Prau.
Baru
saja beberapa menit kaki melangkah, hujan pun turun dan terpaksa semua orang
mengeluarkan jas hujan dan payung agar
terlindung dari guyuran hujan.
Namun
tak lama begitu lama, jas hujan di masukkan kembali ke dalam tas masing-masing
setelah hujan berhenti.
Trek yang kami lalui dimulai
melewati kebun penduduk hingga memasuki kawasan hutan Gn. Prau dimana
jalanannya semakin menanjak.
Ketika
sudah melewati Pos II, hujan yang lebat diiringi angin yang bertiup kencang
sempat ‘menemani’ perjalanan kami
yang sebelumnya kabut memang sudah mullai turun.
Beberapa
saat kami sempat berlindung di balik pohon besar, namun sadar bahwa hujan yang
tak kunjung henti dan tubuh akan semakin dingin jika kita hanya berdiam diri,
kami pun menerabas hujan yang disertai angin di penghujung bulan November ini.
Saya
pun sempat memakaikan jaket windbreaker
ke Azzam sebagai tambahan jas hujan yang digunakannya, untuk menahan dingin nya
cuaca.
“Azzam kedinginan
gak?” ujar
saya memastikan setelah menambahkan jaket tadi.
“udah enggak, pak!”
sahutnya.
“Azzam ingat kan,
kalo kita harus terus bergerak dalam cuaca yang dingin”? Dia pun mengangguk tanda
mengerti. Berkalo-kali saya tetap
mengingatkan pada Azzam untuk memberi tahu, jika ada hal yang kurang enak yang
dia rasakan pada tubuhnya. Untuk
memastikan saja.
Tak
ada keluhan atau rengekan darinya selama diperjalanan. Azzam semakin mengerti manajemen dari sebuah
perjalanan.
Tak
bisa dipungkiri, Azzam memang semakin termotivasi dalam pendakian gunung,
apalagi setelah dia menonton film Everest, yang merupakan kisah nyata
perjalanan Rob Hall dan beberapa orang lainnya menuju puncak tertinggi didunia.
Seperti
biasa, sepanjang perjalanan kami selalu ngobrol. “Kenapa di Everest semua pake
tongkatnya dua, pak?” (yang dia maksud adalah tongkat utk mendaki/trekking pole). “kalau
kita diam, bisa beku ya, pak?”. Hal-hal seperti itulah yang kita bicarakan.
Untungnya
hujanpun reda sebelum kami tiba di pos III.
Saya dan Azzam lalu ditemani mas Rosid (salah satu porter) mengambil
jalur yang keatas, sedangkan beberapa teman yang juga dalam rombongan paling
depan, mengambil jalur bawah. Memang
untuk menuju pos III ada 2 jalur yang nantinya akan ketemu di ujung letaknya
pos III.
Diatas,
jalur yang disebut melewati tower (karena memang ada tower yang berdiri
disana), kami sempat berhenti dan menikmati pemandangan indah bukit
diseberang. “bagus ya, pak liat dari sini?” ujar Azzam seraya menunjuk ke arah bukit diseberang.
“Iya, zam emang cakep
pemandangannya’, balas saya.
Akhirnya
kami tiba di Pos III dan bertemu dengan teman-teman serombongan. Sambil menunggu rombongan yang berada paling
belakang (termasuk bundanya Azzam), kami mengeluarkan dan menyantap snack
(makanan ringan) yang kami bawa dalam ransel.
Setelah hujan reda |
Perjalanan
kembali kami lanjutkan. “Sekarang jalannya sedikit aja nanjaknya,
setelah itu akan datar kok sampai kita ke tempat nge-camp”, mas Rosid coba
menjelaskan kepada kami. OK.
Sekitar
20 menit berjalan ditengah gerimis kecil, angin yang bertiup lumayan kencang
dan kabut yang tebal membuat jarak pandang tak begitu jauh. Di sebelah kiri kami saya melihat ada tenda
yang terpasang dari rombongan lain. Saya
memutuskan untuk singgah ke tenda rombongan tersebut untuk memasangkan kupluk (agar dia merasa lebih hangat) ke
kepala Azzam sambil menunggu teman yang berada di belakang kami.
Tak
lama kemudian, tampak ada beberapa orang yang melewati tenda tadi, 1 porter,
bunda nya Azzam, Sukma Ayu dan Alin.
Saya pun berteriak memanggil mereka untuk segera bergabung. Tak lupa berterima kasih pada rombongan di
tenda tempat kami menumpang sementara tadi.
Azzam tampak bersemangat meneruskan perjalanan.
Hari
mulai gelap ditambah kabut yang memang sedari tadi cukup tebal, senter pun
dikeluarkan untuk menerangi jejak langkah kami.
Sekitar
10 menit berjalan, kami berbelok menurun ke kiri dan disanalah terdapat
tenda-tenda dari rombongan kami yang lebih dulu sampai sudah berdiri tegak.
Malam
itu di perkemahan, tak banyak kegiatan yang dapat kami lakukan diluar tenda
karena dinginnya udara. Sempat
ngobrol-ngobrol sebentar di luar tenda, lalu setelah semua orang masing-masing
menyantap makan malam, kali ini tubuh yang harus diistirahatkan.
Pagi
harinya, kabut tampak masih cukup tebal menyelimuti area gunung dengan
ketinggian 2565 mdpl tersebut. Jarak
pandang hanya sekitar 50 meter saja.
Masing-masing
tenda mulai sibuk dengan kegiatan menyiapkan sarapan sambil mengobrol
kesana-kemari. Tak lupa berfoto-foto pastinya. Bukit kecil disekitar tenda kami
penuh dihiasi bunga daisy yang berwarna-warni.
Jam
menunjukan sekitar pukul 9 pagi ketika kami memutuskan meninggalkan Gn, Prau
untuk turun. Matahari sempat mucul
malu-malu diantara kabut yang masih setia menemani.
Beberapa
ratus meter berjalan dari tempat kami berkemah tadi malam, tampak tenda-tenda yang
masih berdiri dan orang-orang yang masih menikmati suasana disana.
Jalur
turun yang kami pilih memang berbeda dengan jalur kami mulai mendaki
kemarin. Jalur dieng kami pilih untuk
mulai mendaki dan jalur Patak Banteng untuk turunnya.
2
mobil sudah menunggu kami di jalanan utama. Satu persatu teman-teman yang lain
akhirnya sampai dengan jeda waktu yang tak lama.
Setelah
kami semua berkumpul, perjalanan kami lanjutkan menuju Purwokerto untuk kembali
ke Jakarta dengan menggunakan kereta api.
Dalam
perjalanan kali ini, beberapa dari kami sempat terbersit rencana untuk kembali
ke Gn. Prau dengan waktu yang lebih lama karena ini memang pendakian pertama
(khususnya keluarga kami) ke Gn. Prau. Ya, semoga nanti kami kembali lagi.
Pintu masuk pendakian jalur Dieng |
Tenda-tenda kami |
Foto Rombongan |
Pulang... |
Jalur Patak Banteng |
Berjalan bersama... |
seru kali lah keluarga petualang ini. kelak azzam tumbuh jadi petualang hebat!
ReplyDeletesaya juga baru mulai memperkenalkan lingkungan sekitar ke fariz yang baru 5 bulan. sering-sering ajak main ke sawah hehe. yang deket2.
makasih kak fahmi :))
Deleteseru pastinya dan banyak manfaat bagi si anak juga keluarganya/
salam buat fariz dan ibunya :)
Bang, kabar-kabari kalau ke sana lagi ya. Kalau boleh, mau ikut. :D
ReplyDeleteOke, cit. nanti kita cari waktu yg gak musim hujan :)
DeleteSeru juga bareng rombongan kalau ke Prau, :-)
ReplyDeleteSeruuuuuuuuuuu............... :))
DeleteIkut Bang.....
ReplyDeleteposisi dimana ?
DeleteWahhhhh seru-seru !! :D Next i would carry my children to mountain
ReplyDeleteFor sure!
DeleteKabutnya kok kereeeen badaiiiii... jadi pengen langsung ndaki
ReplyDeleteYuk! :D
Deletemakasih gan infonya dan salam sukses
ReplyDeletesama-sama, gan....makasih udah mampir disini :)
Delete