Hari masih gelap, jarum di jam tangan menunjukkan
pukul 05.20 tatkala alarm di handphone membangunkan
saya.
Azzam dan bundanya masih tertidur pulas. Perlahan,
saya membangunkan istri saya dan kemudian diapun bergegas untuk mandi.
Saya memilih untuk tidak mandi di pagi hari yang
dingin itu, begitu pula dengan Azzam.
Sesuai dengan janji, kami akan berangkat dari Bukit Lawang jam 06.00, saya
pun mengontak Bang Ucok yang akan membawa kami menuju Tangkahan. "Dimana, bang Ucok?" ujar saya. “Udah dekat nih. Sori ya, tadi isi minyak dulu” balasnya.
Kamipun segera memasukkan satu persatu ransel-ransel ke dalam mobil.
Deru mesin Diesel mobil Taft 4x4 membelah sunyinya
Bukit Lawang dipagi itu. Perjalanan menuju Tangkahan bisa ditempuh dalam waktu sekitar
2,5 jam dalam kondisi normal. Saya
membayangkan jika jalanan tanah berlobang dan bebatuan ini diguyur hujan, pasti
akan sulit dilewati oleh mobil yang tak bergardan ganda.
“Saya disebelah sini, bang” jawab Kak Wiwin saat saya
menelepon nya begitu kami sampai di depan kantor Lembaga Pariwisata Tangkahan
(LPT).
Segera kami menurunkan ransel-ransel dari dalam mobil,
kak Wiwin pun menghampiri saya seraya berkata “selamat datang di Tangkahan,
bang….” Saya tersenyum membalasnya.
Setelah mengenalkan istri dan anak saya, kami pun mengkonfirmasi
rencana yang telah kami bicarakan beberapa hari sebelum kami berangkat ke
Medan.
Tangkahan yang terletak di Langkat, Sumatra Utara ini merupakan
salah satu pintu masuk menuju TNGL. Ketika
menyebut Tangkahan, salah satu yang akan terngiang adalah ”Gajah”. Gajah-gajah disana berada dalam pengawasan
CRU (Conservation Response Unit). Gajah-gajah
ini digunakan untuk berpatroli di kawasan TNGL.
Dalam hal kegiatan pengunjung yang ingin memandikan gajah, LPT inilah
yang berkerjasama dengan CRU.
Pagi itu kami langsung dibawa ke kandang gajah. Disana terlihat beberapa ekor hewan besar itu
sedang menyantap sarapan paginya. Ada 2
ekor gajah kecil yang masih berumur 2 tahun-an.
Gajah-gajah pun lalu digiring berbaris rapi menuju sungai. Kami bertiga dan 1 keluarga lagi, pengunjung
asal Amerika mengikuti dari belakang.
Disinilah aktifitas kami pagi ini dengan memandikan
gajah. Satu persatu gajah masuk ke dalam
sungai lalu merebahkan badannya setelah diberi perintah oleh Mahout (pawang gajah). Para pengunjung
yang telah dibekali sikat, boleh memilih gajah mana yang akan dibersihkan.
memandikan gajah |
Semua orang tampak excited
dan senang dalam melakukannya. Dengan
aba-aba dari Mahout, si gajah
menyemprotkan air dari belalainya ke arah pengunjung. Byuurrrr…….bagaikan di semprot
selang besar, basahlah seluruh badan kami.
Jadilah pagi itu kami mandi bersama gajah-gajah sekaligus memberi makan dengan pakan yang sudah disediakan.
Dimandiin gajah :)) |
Bersama Mahout dan gajah |
Setelah kegiatan memandikan gajah, kami check-in
di Mega Inn (salah satu dari 20-an
penginapan di Tangkahan) dan bertemu dengan Pandi sambil menyantap makan
siang. Pandi adalah guide yang akan menemani kami besok untuk trekking dan menginap di hutan.
“rencana mau ngapain lagi hari
ini, mas?” tanya Pandi ke saya. Saya
balik bertanya padanya “kira-kira kita
bisa kemana sampai sore nanti?”. Dari percakapan kami akhirnya kami
putuskan untuk trekking menyusuri sungai.
“Kita bisa singgah di air terjun
dan mandi-mandi di dekat penginapan Green
Lodge sana” ujarnya
Sekitar 15 menit berjalan, sampailah kami di air
terjun garut, sebuah air terjun kecil namun airnya cukup deras. Kami bertiga mencoba duduk dibawah air terjun
sesuai arahan Pandi. “Lumayan kan? rasanya seperti di pijit?”
ujarnya dan kami pun mengiyakan setelah merasakan jatuhan air ke punggung
kami. Setelah puas merasakan sejuk dan
pijatan air terjun guntur, kami melanjutkan menyusuri Sungai Batang.
Di sungai batang yang bersih dan dingin ini, saatnya bagi kami untuk menyegarkan diri lagi.
Sungai Batang |
Setelah sekian lama bermain-main di sungai, hanya Azzam rupanya yang bertahan
berlama-lama di air yang cukup dingin tersebut. Untuk
menghangatkan tubuh, kami sepakat untuk mendatangi cafe green lodge yang letaknya agak keatas. Mie goreng, kopi dan teh menjadi pilihan yang cocok rupanya untuk cuaca yang mulai mendung tersebut. Ditambah pemandangan ke arah hutan TN Gunung Leuser yang indah.
“Yah, kan hujan deh” ujar Azzam yang sebenarnya masih ingin main di sungai, . Namun dia bisa menerima penjelasan kami bahwa
agak berbahaya untuk bermain di sungai saat hujan yang lumayan lebat.
Ketika hujan mulai mereda dan hari semakin sore, kami
memutuskan untuk kembali ke penginapan mega
inn yang berjarak sekitar 10 menit dari green
lodge.
Pemandangan hutan Leuser dari cafe |
Saya memesan secangkir kopi, istri memilih teh dan
pisang goreng, sedangkan Azzam dengan susu dan pancake untuk sarapan kami pagi itu sambil menunggu Pandi yang akan
menemani kami untuk menginap di hutan malam ini.
“selamat pagi” ujar Pandi ketika kami masih sedang
menyantap sarapan. “Pagi, udah sarapan?”
tanya saya padanya. “Sudah” jawabnya
singkat.
2 ransel besar kami titipkan di penginapan, kami hanya
membawa keperluan pribadi saja. Dengan
menaiki 2 sepeda motor, kami menuju tempat dimana untuk memulai trekking.
Dimulai dari melewati jembatan kayu sepanjang sekitar
100 meter yang kayu-kayunya berjarak lumayan jarang dan tampak sudah lama, kami
harus ekstra hati-hati dalam melangkah sambil berpegangan pada tali yang
dipasang sebagai pengaman.
Jembatan menuju hutan |
Melewati jembatan, kami mulai memasuki wilayah ladang
warga. Ladang warga ini langsung
berbatasan dengan wilayah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).
Setelah berjalan sekitar 45 menit, kami sampai di
sebuah sungai. “Nah, kita tinggal menyeberang kesana, langsung masuk ke wilayah TNGL”
ujar Pandi memberi tahu kami sambil menunjuk ke seberang sungai. Dia pun mulai mengeluarkan tas kantong
plastik ukuran besar untuk membungkus ransel, sepatu kami agar tidak basah
ketika menyeberang. Saya dan Pandi
menyeberangi sungai sebatas dada dengan membawa barang-barang yg sudah
dibungkus tadi. Istri saya memilih
menaiki ban dalam milik warga yang kebetulan bertemu disana. Pandi mendorong ban dalam untuk
menyeberangkan istri saya, sementara Azzam berenang disekitar ban dalam dengan
girangnya.
Sambil menunggu 2 teman porter lainnya yang menyusul,
kami menghabiskan waktu dengan berenang dan bermain di sungai dengan pemandangan yang
memanjakan mata.
“Nah itu mereka datang” teriak Pandi saat terlihat 2
orang di seberang sungai dengan 2 ransel besar.
Jempol dan Doman itu nama mereka.
Sesaat sampai di tempat kami, mereka langsung menyiapkan makan siang
kami.
Selepas makan siang, kami bersiap-siap memulai trekking ke dalam hutan Taman Nasional
Gunung Leuser.
Tipikal hutan hujan tropis langsung terasa ketika kami
masuk kedalamnya. Hutan yang lebat dan rapat
semakin indah ditambah suara burung-burung yang seakan-akan menyambut kedatangan
kami. Taman Nasional Gunung
Leuser sangatlah luas, mencakup hutan bakau, hutan rawa, hutan hujan
dataran rendah, hutan lumut, dan sampai hutan subalpine dengan
berbagai ekosistem.
Hutan tropis Sumatra |
Hutan tropis Sumatra |
Menurut data yang pernah saya baca,
ada sekitar 130 spesies hewan
dapat diidentifikasi di Taman Nasional Gunung Leuser, yaitu:
harimau sumatera, gajah, badak, siamang, kera, macan tutul, reptil, ikan, dan
juga 325 spesies burung di hutan yang maha luas ini. Betapa luasnya taman nasional ini. Bahkan beberapa teman mengomentari foto yang kami unggah. "Kalian ketemu Leo gak?" yang mereka maksud adalah Leonardo DiCaprio, sang aktor pemenang Oscar 2016 yang kebetulan juga sedang berada di kawasan TN Gunung Leuser. Dia masuk lewat bagian Provinsi DI Aceh, sedangkan kami dari Sumatra Utara.
Trekking |
“Dulu illegal logging semacam menjadi mata pencaharian masyarakat disini. Namun seiring berkembangnya wisata disini, banyak
yang menjadi pemandu dan porter. Maka masyarakat
turut punya andil dalam menjaga kelestarian hutan di TNGL, sebagia juga kembali
menyuburkan ladang-ladang mereka yang sempat agak ditinggalkan” terang
Pandi pada kami. “Wah, bagus dong” ujar saya.
Memang di beberapa tempat yang kami lewati, masih ada
sisa=sisa pohon berukuran besar yang sudah diselimuti oleh lumut yang tampaknya
dulu bagian dari pembalakan liar.
Para pekerja wisata disana bahkan sudah terkordinir
hingga menjadi lebih teratur oleh Lembaga Pariwisata Tangkahan.
Azzam tampak ceria dan menikmati selama trekking di
hutan yang memang tak dapat disangkal keindahannya. “Gak
ada sampah nya ya, pak ?” ujar Azzam yang mungkin membandingkan dengan
tempat lain yang pernah dia datangi.
Sesekali kami beristirahat sambil dan minum, kami pun berpose bertiga untuk difoto pastinya.
Pose dulu ah... |
"Gak ada sampah" kata Azzam. Cuma daun-daun kering |
Setelah berjalan sekitar
4 jam di kontur yang menanjak dan menurun, akhirnya kami sampai di depan sebuah
pohon tumbang yang berdiamter sekitar 1 setengah meter. Setelah melewati pohon tersebut tampak di
depan kami sebuah gua. Nah, inilah Gua
Kambing, dimana kami akan bermalam.
Hijaunya pepohonan, kicauan burung, suara hewan-hewan
lainnya dan air terjun yang tumpah dari atas goa merupakan paduan yang nyaris sempurna
yang disajikan alam kepada kami.
Tempat kami bermalam |
Tadinya di malam hari kami rencanakan untuk melakukan “eksplorasi malam”, namun niat itu
terpaksa kami urungkan karena hujan deras yang mengguyur sejak sore tadi hingga pukul 10 malam. “lagian, pacetnya makin banyak” Jempol
disela-sela pembicaraan tentang eksplorasi malam.
Wah iya, sore tadi ketika sampai di gua kambing,
beberapa pacet yang sudah gemuk memang masih menempel di kaki-kaki kami. Mungkin mereka sudah disana sejak trekking di dalam hutan tadi. “Kaki
bapak kayak abis tabrakan motor aja ” ujar Azzam yg melihat kaki saya yang
disinggahi 5 ekor pacet. Hahahaha…. Sementara dikaki dan pundaknya pun tak
luput dari pacet.
Malam harinya kami lewatkan berkumpul dengan
bercakap-cakap, main tebak-tebakan, main kartu hingga akhirnya semua orang
mengambil posisi masing-masing untuk beristirahat.
Terbangun di pagi hari yg cerah dengan alunan musik
dari air terjun didepan mata, membuat suasana pagi begitu menyenangkan dan
menenangkan. Jempol dan Doman tampak berada di ‘dapur’ menyiapkan sarapan.
Duduk sambil menyeruput teh dan kopi dengan
pemandangan dan suasana luar biasa didepan mata, karena bukanlah hal yang bisa
kami dapati sehari-hari.
Sarapan dengan ayam bakar, sayuran, sambal dan tak
lupa buah nenas dan semangka utk pencuci mulut sudah dihidangkan. “Makan
yang banyak, Zam. Biar trekking nya kuat” ujar saya pada Azzam. Diapun mengangguk mengiyakan.
2 porter kami sudah tampak menunggu di area yang sedikit luas
ketika saya, bunda, Azzam dan Pandi sudah berjalan sekitar 30 menit dari gua kambing. Kami berempat memang mengambil jalan yang
sedikit memutar lebih masuk kedalam hutan.
Istirahat |
“Kok gak berdarah ya?” ujar Azzam sambil membiarkan pacet yang dia biarkan
bermain melompat-lompat di tangannya ketika sedang duduk beristirahat. “Lah, kan dia gak abis hisap sesuatu, zam”,
terang saya. Dia juga menemukan lagi
semut raksasa (giant ant) disekitaran
tempat itu.
Perjalanan pun berlanjut hingga akhirnya kami sampai
di pinggir sungai ditempat kami memulai trekking
memasuki kawasan TNGL kemarin.
“Yeeeaaa….” teriak Azzam seakan tak sabar untuk lagi bermain di
sungai. Sementara makan siang di
persiapkan, kembali kami bermain di sungai.
Kali ini bunda ikutan, tidak seperti kemarin. Sehabis makan siangpun, Azzam kembali bermain
di sungai, seperti tak terhentikan kenikmatan bermain di sungai merupakan bonus
baginya.
Matahari sudah meninggi. Saatnya semua orang naik ke atas ban dalam
masing-masing. Jempol dan Doman menaiki beberapa ban dalam yang sudah dijadikan satu,
sekaligus bersama ransel-ransel yang sudah di packing dalam kantong plastik besar.
Semua senang...... |
Begitu tau perjalanan pulang dengan menggunakan ban
dalam (tubing), Azzam berteriak “seruuuuu….” Teriaknya.
Ditengah riak air yang sedang dan kadang ada yang agak
tenang akhirmnya kami sampai di ujung perjalanan, tepat di dekat tempat kami
menginap.
Dalam perjalanan kembali yang memakan waktu sekitar 45
menit, Azzam beberapa kali dengan
sengaja melompat dari ban dalam dan berenang girang.
Setelah mengucapkan terima kasih pada Jempol dan Doman
yang sudah menemani masuk ke dalam hutan, kami masih lanjut bermain-main di sungai. Bahkan setelah makan siang, kami kembali ke
sungai dimana kami bermain beberapa hari yang lalu, menghabiskan waktu hingga
sore hari menjelang.
Hari terakhir di Tangkahan, Mega sang pemilik
penginapan sempat menemui kami. “Sampai ketemu
lagi ya, dan beritahu teman kalian yang lain untuk kesini” ujarnya. “Pastinya, bang!” balas saya sambil menjabat tangannya.
Dalam hati, saya pun berharap kami dapat kembali ke
tempat ini dalam waktu yang lebih lama.
Semoga….
Mobil yang sudah terparkir sejak pagi tadi,
mengantarkan kami ke Medan. Sebelum
pulang ke Jakarta, kami msempat enghabiskan semalam menginap di Kota Medan.
Terima kasih Tangkahan, terima kasih teman-teman yang
sudah membantu kami selama disana.
Sampai bertemu lagi….
sirik euy sama Azzam...
ReplyDeletejangan om... mending kita dukung dan lanjutkan hahaha
DeleteEh foto dan cerita nya ada disini. Keren mandiin gajah, aku kmrn juga mandi ama gajah di sungai nya.
ReplyDeleteGigitan pacet nya nyebelin banget yaa
mandi sama gajahnya, sempakan? hahahaha
DeleteKerenn banget cerita dan fotonya. Kedua anak saya suka banget sama gajah..kalo mereka udah gedean dikit mau tak ajak kesini ah..thanks for sharing mas sukmadede dan salam kenal :)
ReplyDeleteMakasih mas Indra...wah semoga anak2nya segera bisa ketemu gajah di alam terbuka.
Deletemakasih sudah mampir, mas. salam kenal juga :))
Alhamdulillah ,
Deletesenang membaca dan mengikuti perjalanan Keluarga Mas Sukmadede.
ikutan Bangga.
Indonesia memang harus diexplore lebih jauh lebih dalam.
menularkan kebiasaan baik kepada alam memang harus dari keluarga.
Semoga selalu diberi kemudahan untuk setiap petualangannya.....
Alhamdulillah kalau apa yang kai share bisa bermanfaat atau menginspirasi orang lain. Terima kasih untuk doanya dan sudah mampir di blog saya :)
Delete