“Here we are! The wind, fog and rain
had been incredible. We are having the time of our lives...”
Sempat
terpikir dan berdiskusi untuk menjelajahi Taman Nasional Baluran sekaligus
Taman Nasional Merubetiri dalam satu perjalanan, namun setelah mempertimbangkan
beberapa hal, kami putuskan untuk tidak melakukannya dalam penjelajahan #FamilyGoesToNationalPark kali ini.
Membolak-balik
buku Taman Nasional yang saya punya dan juga melihat-lihat di internet, Taman Nasional Gunung Merbabu
menjadi putusan kami.
Selain
browsing di internet, saya juga menanyakan tentang Gunung Merbabu ini lewat FB
serta japri ke beberapa teman. Gunung
yang mempunyai ketinggian 3142 mdpl ini bisa didaki melalui 4 jalur yang
menurut informasi setiap jalur memiliki pemandangan alam dan tingkat kesulitan
yang berbeda. 3 jalur lainnya adalah
Kopeng, Wekas dan Suwanting.
Jalur
Selo adalah yang kami pilih setelah mendapatkan informasi yang kami rasa cukup
dan seperti biasa, kami diskusikan bertiga tentang lama perjalanan, medan dan
hal-hal lainnya. Selain itu, kita juga selalu mempersiapkan fisik untuk
melakukan olahraga yang juga sekaligus refreshing ini.
Selesai
menjemput Azzam pulang dari sekolah, kami langsung menuju bandara
Soekarno-Hatta.
Sempat
molor sekitar setengah jam, akhirnya kami tiba di Bandara Adi Sucipto,
Yogyakarta. Mas dede, saya
sudah diparkiran. Itu pesan WA yang saya terima dari mas
Gito. Mas Gito adalah anak mantu dari
Pak Parman, pemilik basecamp yang
membantu kami dalam penjelajahan kali ini.
Satu
orang teman, Sugi sudah tiba di Jogya sore tadi. Sesuai janji dia menjumpai kami di
bandara. Segera kami berlima meluncur
menuju Selo.
Tiba
di basecamp Pak Parman sekitar pukul
11 malam, tampak ada beberapa orang pendaki yang sudah lebih dulu datang dari
kami dan tampaknya mereka sudah lelap dalam tidurnya.
Basecamp Pak Parman bisa dikatakan
adalah salah satu basecamp yang
paling lama berdiri di jalur pendakian Selo.
Disanalah kami akan menginap malam harinya sebelum memulai pendakian
keesokan paginya.
Sekitar
pukul 7 pagi saya terbangun dan bertemu dengan Pak Parman yang memang tadi
malam ketika kami tiba, beliau sudah tidur.
Sambil memperkenalkan diri, istri saya, Azzam dan juga Sugi, kami lalu
memesan sarapan juga bekal untuk pendakian.
Setelah
berpamitan ke Pak Parman dan istrinya, kami ber 4 beserta 2 orang porter yang
akan menemani, mas Nang dan mas Agus berdoa bersama sebelum memasuki pintu
masuk pendakian Taman Nasional Gunung Merbabu.
Di
perjalanan Azzam beberapa melantunkan nyayian yang saya sendiri belum pernah
dengar sebelumnya. Sesekali dia juga
minta untuk berhenti, beristirahat.
“Paling kalo
irama kita jalan begini, insya allah jam 12 kita sampai di Pos 2” ujar Mas Nang ketika saya
tanyakan estimasi perjalanan ketika kami beristirahat di Pos 1. Oiya, tadi kami memulai perjalanan dari bawah
sekitar jam 9 pagi.
Beberapa
meter sebelum memasuki Pos 2, “Mana
raspberry nya?” ujar azzam setengah berteriak pada siapa saja yang ada
disekitarnya. Dia ingat pesan Pak Parman
ketika masih di basecamp bahwa aka nada buah raspberry di Pos 2. Mas Nang pun mengajak Azzam untuk memetik
buah Raspberry yang membuat dia penasaran.
Meskipun
rasanya sedikit asam, namun dia menghabiskan tak kurang dari 10 buah!
Istirahat di Pos 2 |
Meninggalkan Pos 2 |
Dengan
bibir yang kebiru-biruan bekas menyantap raspberry, kamipun meninggalkan Pos
2. Perjalanan berlanjut menuju Pos
3. Ada tanjakan yang lumayan curam
terakhir sebelum memasuki Pos 3. “Ayo, Zam dikit lagi sampe nih”, ujar
saya menyemangatinya dari atas. Sambil
menunggu Azam, istri saya dan Sugi, saya melihat sekeliling ada beberapa tenda
didirikan disana.
“Udah makan mas?” tanya saya pada mas agus. “udah
mas” jawabnya yang sedang tidur-tiduran beralaskan matras. Sugi segera
mengeluarkan trangia untuk memasak air, lalu membuatkan kopi dan teh. Kami menyantap makan siang yang sudah kami
bungkus tadi pagi di basecamp Pak Parman.
Tanjakan terakhir sebelum masuk Pos 3 |
Dari Pos 3 tampak bukit yang harus kami daki untuk mencapai Sabana 1 dimana kami berencana untuk mendirikan tenda malam nanti. Selang 1 jam, setelah kami beres makan dan ngopi-ngopi, rombongan mas Juned memasuki Pos 3. “wah, udah lama ya disini?” ujar mas Juned.
Tak
berapa lama kemudian kami ber 5 pamitan ke mas Juned cs untuk melanjutkan
perjalanan.
Untuk
menuju Sabana 1 dari Pos 3 dibutuhkan waktu sekitar 45 menit mendaki bukit yang
lumayan menanjak jalannya.
Sabana 1 dilihat dari Pos 3 |
Ketika
saya, istri dan Azzam tiba di Sabana 1, tampak mas Agus, mas Nang dan Sugi
sedang memasang tenda. Tampak ada
beberapa tenda kelompok lain yang ada disana.
Jam masih menunjukkan pukul 3.30.
Kami pun segera berkeliling di sekitar Sabana 1, yang pemandangannya
cukup cantik.
Keesokan
paginya, sekitar jam 7 yang berniat untuk ke Puncak sudah bersiap-siap untuk
berangkat setelah sarapan. Azzam tidak
berniat untuk ke Puncak yang berjarak sekitar 2 jam dari sabana 1. “Kita
disini aja ya, pak?” ujarnya. Jadilah saya menemani Azzam di sabana 1. Mas
Nang akan menemani teman-teman yang ke puncak, sedangkan mas Agus akan bersama
kami di sabana 1.
Pagi
yang dingin dan berkabut, tampak sedikit puncak Gunung Merapi dari depan tenda
kami, namun tak berapa lama, Puncak Gn. Merapi tersebut tak tampak sama sekali,
tertutup oleh kabut.
Saya
dan Azzam hanya sampai di sabana 2.
Selanjutnya yang lain meneruskan perjalanan menuju puncak. Angin yang bertiup cukup kencang menemani
perjalanan saya dan Azzam kembali ke Sabana 1.
Menuju sabana 2. Mengantarkan yang ingin ke puncak |
Sekitar pukul 11, saya ditemani Wawan, anak dari Solo yang memasang tendanya dekat rombongan kami menuju Sabana 2. Maksud saya untuk menjemput rombogan yang akan turun. Namun tak begitu lama di kaki bukit Sabana 2, hujan kecil pun mulai turun. Saya dan Wawan memutuskan untuk kembali ke tenda saja.
Menjelang
tengah hari, satu persatu rombongan yang ke puncak sampai di sabana 1 ditemani
kabut yang membuat jarak pandang hanya sekitar 10 meter saja.
Saya
langsung membuatkan teh hangat untuk menyambut mereka, berlanjut dengan memasak
makan siang. Sekitar jam setengah dua
siang, kami memutuskan untuk turun.
Menembus kabut |
Setengah
jam menuruni bukit dari Sabana 1 yang masih berkabut, dan bertemu dengan para
pendaki yang baru naik hari sabtu itu ada salah seorang yang mengatakan kepada
kami “di Pos 3 ada badai pasir”. Tak lama kemudian ketika kami tiba di Pos 3
yang areanya cukup luas, namun dikarenakan kabut dan angin kencang, jarak
pandang hanya sekitar 7 meter saja.
Tak berhenti di Pos 3, kami melanjutkan perjalanan dan hujapun makin besar. Kami semua berhenti sebentar untuk memakai jas hujan. Seperti biasa, saya selalu mengecek kondisi Azzam. “Azzam kedinginan gak” tanya saya. “Nggak pak” jawabnya. “Itu bibir kamu kok biru?” spontan mata saya melihat ke bibirnya yang memang kebiru-biru an. “kan ini bekas raspberry, pak” ujarnya setengah tertawa. Wah iya ya, saya ingat ketika kami di tenda hal ini pun sudah kami bahas.
Masih ditemani kabut |
Tak berhenti di Pos 3, kami melanjutkan perjalanan dan hujapun makin besar. Kami semua berhenti sebentar untuk memakai jas hujan. Seperti biasa, saya selalu mengecek kondisi Azzam. “Azzam kedinginan gak” tanya saya. “Nggak pak” jawabnya. “Itu bibir kamu kok biru?” spontan mata saya melihat ke bibirnya yang memang kebiru-biru an. “kan ini bekas raspberry, pak” ujarnya setengah tertawa. Wah iya ya, saya ingat ketika kami di tenda hal ini pun sudah kami bahas.
Jalanan
yang licin dan menjadi jalur air, membuat kami harus ekstra berhati-hati.
Setibanya di basecamp, segera berganti pakaian lalu kami memesan soto dan teh manis untuk menghangatkan tubuh sebelum melanjutkan perjalanan menuju Kaliurang.
Menembus
hujan malam itu, saya, istri, Azzam dan Sugi diantarkan oleh mas Gito ke
Kaliurang. Tiba di Kaliurang kami ke
warung sate, setelah menyimpan barang-barang di hotel.
Malam
itu juga mas Gito kembali ke basecamp di Selo.
Keesokan
paginya, sesuai dengan janji kami menuju kawasan Merapi dengan menggunakan Jeep
Willys keluaran tahun 1942.
Berwisata
di kawasan merapi, kami menyinggahi beberapa tempat. Diantaranya museum merapi, batu alien, bunker
dan berakhir di sungai dimana jeep akan berputar-putar menerjang air hingga
membuat para penumpang berteriak kegirangan.
Byuuurrrr..... |
Selesai ber jeep ria, kami kembali ke hotel untuk bersiap-siap melanjutakan perjalanan ke Jogya. Kami hanya mempunyai 3 jam sebelum harus check-in dibandara untuk kembali ke Jakarta. Dengan waktu yang tak begitu lama, kami hanya menghabiskan waktu di kawasan Malioboro.
Jam
5 lebih sepuluh kamipun meninggalkan Malioboro menuju bandara, sementara Sugi
masih akan menginap semalam disana sebelum kembali ke Jakarta esok harinya.
Menembus
hujan yang membasahi Jogya dan sekitarnya malam itu, berarti juga kami harus
mengakhiri perjalanan kami kali ini.
Wah keren putramu mas. Aku abwa teman sampe pos 3 aja nyebut-nyebut orangnya. Lah pas liat Pos 3 ke Sabana 1 makin kaget hahahahahah.
ReplyDeletemakasih, mas. alhamdulillah dia sudah dibiasakan untuk trekking semenjak kecil dan juga persiapan setiap sebelum pendakian
DeleteSeru bang Dede! Kami pengen coba lebih banyak naik gunung di Indonesia. Btw, biasanya kalo beli climbing gear di mana? kayak jaket, sepatu, walking stick, dll? So far kami biasanya belinya pas lagi di luar. Siapa tau bang Dede ada info store yg oke ;)
ReplyDeleteThanks Adam & Susan. kalo untuk perlengkapan mountaineering dulu kita bisa beli di beberapa tempat sih. tapi sekarang sekarang kami punya "kewajiban" untuk bawa/pake brand eiger sebagai ambassador :)) kalo untuk produk eiger, setahu gw malah udah ada distributornya di jerman bbrp tahun lalu...
DeleteAzzam staminanya mantap, deh. Abis naik gunung masih wisata merapi ^_^
ReplyDeleteHehehe...tiap naik gunung diusahakan memang masih ngelakuin hal-hal lainnya sih :))
DeleteKuat juga itu anak kecil, salutlah hehe
ReplyDelete