Bali,
pulau yang menjadi pilihan kami untuk perjalanan #familygoestonationalpark kali ini.
Kebetulan ketika seperti biasa kami mendiskusikan rencana perjalanan,
Azzam menyampaikan keinginannya untuk ke Bali.
Dari cerita yang pernah dengar cerita dari teman-teman nya yang sudah
pernah berlibur ke Bali, membuat dirinya tertarik untuk mengunjungi Pulau
Dewata tersebut.
Sesuai
kesepakatan bersama mulailah saya mencari informasi tentang Taman Nasional Bali Barat
(TNBB), yang memang karena posisinya terletak di Bali bagian barat.
Dengan
luas mencapai 19.002 hektar ini areal perairannya hanya sekitar 3.415 dan selebihnya adalah merupakan areal
daratan. Taman Nasional yang terdiri dari berbagai habitan hutan dan sabana ini
juga merupakan tempat bagi sekitar 160 species
hewan dan tumbuhan yang dilindungi.
Taman Nasional ini merupakan tempat terakhir untuk menemukan
satu-satunya endemik Bali yang hampir punah, Jalak Bali di habitat aslinya.
Berangkat
dengan pesawat paling pagi dari Jakarta, akhirnya kami mendarat di Bandara
Ngurah Rai sekitar pukul 07.30. Dengan
mobil yang sudah kami pesan sebelumnya, langsung melaju menuju Gilimanuk. Ya, Taman Nasional yang lokasi nya dekat
dengan Pelabuhan Gilimanuk ini kami tempuh selama sekitar 4,5 jam.
Jam
sudah meunjukkan pukul 3 sore ketika kami memasuki halaman Kantor Balai Taman
Nasional Bali Barat. Turun dari mobil
kami sempat celingak celinguk disekitar. “Wah, kok gak ada orang ya?” ujar
saya. Namun tak berapa lama mucul
seseorang yang menyapa kami. Mas Iwan
namanya. Ia yang biasa ditugaskan oleh
Balai ketika ada tamu yang ingin berkunjung ke TNBB. Kami menyatakan maksud dan tujuan kami datang
ke tempat itu. Kamipun menyepakati itinerary selama kami disana.
“Kita kesana
sekitar setengah jam lagi aja, soalnya sekarang air masih surut” saran Mas Iwan. Kami sepakat
untuk mengeksplor hutan mangrove.
Dengan menumpang perahu sewaan, kami menelusuri kawasan hutan mangrove
tersebut yang termasuk kawasan TNBB.
Memulai menelusuri hutan mangrove |
Perahu
melambat ketika kami mulai memasuki kanal.
Setelah perahu berhenti di suatu titik, kami segera turun dari
perahu. Tak begitu lama menginjakkan
kaki dalam lumpur, kami segera kembali ke perahu karena hujan mulai turun.
Dalam penelusuran di
hutan mangrove tersebut selain sempat melihat keberadaan kepiting uca, kepiting
khas mangrove yang mempunyai 1 capit berukuran besar, Azzam juga sempat menanam
beberapa tanaman bakau. “Semoga tumbuh ya” ujarnya dengan senyum
setelah selesai menanam.
Menyapa sang penghuni hutan mangrove |
Menanam tanaman bakau (foto: NZ Anastasia) |
Penelusuran
di hutan mangrove kami lanjutkan dengan perahu dibawah siraman hujan. Deru mesin perahu seakan berlomba dengan
suara hujan. Tampak ada beberapa burung
penghuni hutan mangrove terbang yang sepertinya mencoba berteduh dengan
mendarat di antara pohon-pohon.
Sebenarnya kami berencana untuk melihat kehidupan bangau liar di area
hutan mangrove tersebut, namun terpaksa kami urungkan karena untuk menuju
kesana ombak diperkirakan akan membersar dengan hujan yang deras dan angin
bertiup lumayan kencang.
Selepas
dari hutan mangrove, kami menuju salah satu hotel disana tempat kami menginap,
Hotel Lestari. Hotel ini lumayan bersih
dan nyaman. Berbeda dengan apa yang saya
baca di internet. Pak Iwan sang pengelola bercerita tentang renovasi yang
dilakukan pemilik baru hotel tersebut.
Ketika kami disana, memang masih terlihat beberapa pengerjaan yang masih
dilakukan.
Setelah
berbincang-bincang dengan pak Iwan, kamipun permisi untuk masuk ke kamar dan
membersihkan diri sebelum beristirahat.
Kepiting Uca |
Terima kasih Hutan mangrove :) |
No comments:
Post a Comment