Foto: NZ Anastasia |
Keesokan
paginya, mas Iwan datang menjemput kami di hotel pukul setengah delapan. Dengan mobil kamipun meninggalkan hotel untuk
menuju hutan. Sekitar 10 menit
perjalanan kami berhenti di pinggir jalan utama. “Loh,
kita mulai trekking nya dari sini mas” tanya saya pada mas Iwan dan Ia pun
mengiyakan. Tak lupa kami membeli air
mineral untuk bekal trekking kami.
Sebelum
memasuki hutan, mas Iwan menawarkan pada kami untuk mentemprotkan cairan anti
nyamuk di beberapa bagian tubuh yang terbuka.
“Lumayan banyak nyamuk disini”
ujarnya, Kami pun mengikuti sarannya.
Kami
berjalan diantara pepohonan yang tidak berukuran besar, karena hutan ini termasuk tipe hutan hujan dataran
rendah, yang letaknya di ketinngian 0 – 1000 meter diatas permukaan laut.
Hutan Hujan dataran rendah TNBB (Foto: NZ Anastasia) |
Beberapa
kami kami berhenti dan mencoba melihat jenis burung penghuni hutan
tersebut. 2 jam trekking di hutan yang
kontur naik turunnya tak begitu banyak akhirnya kami sampai di satu titik
semacam punggungan yang terbuka. Dari
titik tersebut kami dapat melihat ke area hutan mangrove dan juga pelabuhan
penyebrangan gilimanuk.
Tak
begitu lama menikmati pemandangan dan sekalian melepas lelah disana, kamipun
melanjutkan perjalanan menuju Sabana.
Mengamati burung (Foto: NZ Anastasia) |
Pada
awalnya Taman Nasional Bali Barat merupakan Suaka Margasatwa, namun akhirnya
pada tahun 1984 ditetapkan sebagai Taman Nasional.
Pada
dasarnya, Taman Nasional Bali Barat memiliki jenis ekosistem yang
unik, yaitu perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem laut. Di kawasan
ini, wisatawan dapat menjelajahi ekosistem daratan (hutan), mulai dari hutan
musim, hutan hujan dataran rendah, savana, hingga hutan pantai. Sementara pada
ekosistem perairan (laut), wisatawan dapat menyaksikan hijaunya hutan mangrove,
keelokan pantai, ekosistem coral, padang lamun, serta perairan laut dangkal dan
dalam.
Mengamati pemandangan sekitar |
Tak
begitu jauh dari Sabana, akhirnya kami keluar dipinggir jalan utama tak begitu
jauh dari tempat awal kami masuk.
Pulau Menjangan
Kantor Taman Nasional Wilayah III |
Dari
sana, kami langsung menuju Labuan Lalang.
Tiba disana kami dikenalkan pada petugas Taman Nasional oleh mas
Iwan. Setelah membayar biaya-biaya untuk
masuk kawasan, sewa perahu dan peralatan snorkeling dan membeli bekal makan,
kamipun menuju perahu yang sudah menunggu untuk membawa kami ke Pulau Menjangan.
Azzam
kembali kegirangan menaiki perahu motor.
Kali ini perahunya lebih besar dari yang kami tumpangi ketika menelusuri
area hutan mangrove. “Aku mau di depan”
ujarnya sambil berjalan kearah ujung depan perahu.
Menuju Pulau Menjangan |
Pulau
Menjangan yang masih termasuk dalam kawasan Taman Nasional ini kami tempuh
dalam waktu sekitar 40 menit dari Labuan Lalang. Setiba disana, kami segera menyantap makanan
yang sudah kami bungkus tadi sambil menunggu guide snorkeling yang masih
melayani tamunya.
Tampak
disana beberapa perahu yang bersandar, tentunya membawa para pengunjung yang
akan melakukan snorkeling ataupun diving di kawasan ini.
Snorkeling |
Snorkeling
disana di hari yang cerah sangat membantu kami untuk menikmati keindahan bawah
laut Pulau Menjangan. Terumbu karang,
ikan-ikan yang beragam jenis dan berwarna-warni membuat kami terkagum. Pulau Menjagan sendiri sesungguhnya memiliki
banyak spot snorkeling ataupun diving dengan kontur membentuk jurang dibawah
laut (wall diving) dan coral garden.
Agak disayangkan kami tidak membawa kamera bawah laut untuk merekam
keindahan tersebut.
Di gapura |
Setelah
snorkeling lumayan jauh dari dermaga, akhirnya kami harus kembali ke perahu
untuk menyeberang kembali ke Labuan Lalang.
Ada
sedikit kejadian yang menegangkan ketika kami akan bersandar. Beberapa ratus meter dari pelabuhan, ombak
mendera perahu lumayan kencang. Dengan
angina yang bertiup kencang, di dermaga tampak sekitar 6 orang yang sudah siap
menyambut perahu yang kami tumpangi.
Meninggalkan Pulau Menjangan |
saya ke menjangan nya belum pernah melalui labuan lalang. Paling2 dari watu dodol banyunwagi
ReplyDelete