Layar Terkembang |
Perjalanan
kali ini agak sedikit berbeda. Bukan
dengan menggunakan perahu bermesin melainkan menggunakan Perahu Layar !
Hari
masih pagi di Marina Batavia. Dari sinilah
perjalanan kami dimulai menuju salah satu pulau di Kepulauan Seribu. Tidak seperti perahu-perahu lain yang
biasanya berangkat dari Marina Ancol ataupun dari Pelabuhan Muara Angke.
Candola!
Begitu nama Perahu Layar yang akan
membawa saya, Sugi sebagai jurumudi ditambah 2 orang ABK (Anak Buah Kapal)
dalam mengarungi Teluk Jakarta. Perahu
layar yang kami tumpangi itu tinggi tiangnya sekitar 14 meter dengan panjang
perahu sekitar 30 kaki dan dapat menampung maksimal hingga 6 orang penumpang. Kecepatan maksimal yang dapat dicapai
maksimun hingga 10 knot.
Untuk
keluar dari dermaga perahu ini memang masih membutuhkan dorongan dari mesin. Namun beberapa saat meninggalkan pelabuhan
maka layarpun mulai dibentangkan dan mesin pun dimatikan. Menggunakan perahu layar adalah dengan
memanfaatkan hembusan angin sebagai tenaga penggeraknya.
Akhirnya
setelah memakan waktu selama 2 jam lebih 15 menit, perahu pun berlabuh di Pulau
Onrust. Pulau yang menyimpan begitu
banyak sejarah di masa lalu.
Pulau
dengan luas sekitar 5 hektar ini dinamai dari seorang Belanda yang datang ke
pulau ini ratusan tahun lalu, Cornelis Van Der Walck Onrust.
Pada
waktu itu, VOC menguasai Batavia (Jakarta) sekitar tahun 1615, mereka membangun
dermaga dan galangan kapal di pulau ini hingga akhirnya berubah fungsi menjadi
benteng pertahanan pada tahun 1656.
Namun
disekitar tahun awal 1800-an tempat ini berhasil dihancurkan oleh Armada
Inggris yang memang menjadi musuh Belanda saat itu. Pada tahun 1816 Inggris pun meninggalkan
pulau ini.
Sebelum
pulau ini dihancurkan, konon pada tahun 1777, James Cook pelaut Inggris yang
menemukan Benua Australia pernah singgah di pulau ini selama 8 hari untuk
memperbaiki kapalnya. Para pelaut dan
petualang Eropa yang singgah di Onrust mencatat dan membuat lukisan situasi di
pulau ini. Karya mereka pula lah yang
kelak menjadi sumber sejarah Onrust.
Diambil
dari catatan dan lukisan para pendahulu, ada fakta bahwa di awal abad ke-17
Pulau ini mempunyai peranan penting dalam pelayaran niaga internasional. Pulau
ini menjadi tempat persinggahan dan penampungan sementara komoditi-komoditi
Asia yang akan dikirim ke Eropa.
Seiring
berjalan nya waktu, tepatnya pada tahun 1911 pulau ini berubah fungsi menjadi
asrama karantina bagi orang yang akan berangkat menunaikan ibadah haji, sampai
akhirnya pada tahun 1933 dipindahkan ke Pelabuhan Tanjung Priok.
Semasa
Perang Dunia ke II, tahun 1942, Jepang pun sempat menjadikan tempat ini sebagai
penjara. Tepatnya tempat mengadu para tahanan.
Reruntuhan
bekas bangunan, pondasi, artefak, meriam, merupakan peninggalan yang masih
menjadi saksi sejarah di pulau ini.
Selain
reruntuhan bangunan sebagai saksi sejarah, disana masih terdapat juga pemakaman
Belanda yang dari inskripsinya, sebagian besar meninggal di usia muda
dikarenakan penyakit tropis. Bahkan
istri dari Onrust, Johanna Kalf dimakamkan di pulau ini pada tahun 1719.
Bahkan
ada salah satu makam yang ditulis (pada plang) sebagai makam keramat. Menjadi rahasia umum bahwa makam keramat ini
diduga adalah makam Kartosuwiryo, salah seorang tokoh DI/TII.
Sesungguhnya
disana terdapat museum berikut dengan
beberapa peninggalan-peningalannya yang masih tersisa. Namun sangat disayangkan, kondisi museum sangat
tidak terawat.
Pada
tahun 1972 pemerintah DKI Jakarta menetapkan pulau ini sebagai Suaka Purbakala,
dan menetapkan nya sebagai Cagar Budaya pada tahun 1999.
Setelah
makan siang, perjalanan berlanjut ke Pulau Kelor yang ukurannya lebih kecil
dari Pulau Onrust dan berjarak sekitar 20 menit menggunakan perahu.
Karena
tidak bisa merapat hingga di pinggir pulau, perahu kami jangkarkan sekitar
beberapa ratus meter dari pulau. Dengan
menggunakan Rubber Boat akhirnya kami sampai di pulau yang juga meninggalkan
bekas benteng Belanda pada jamannya.
Tak
berlama-lama di Pulau Kelor, maka kami pun kembali ke dermaga awal, hingga tiba
pada saat matahari sudah terbenam.
Selain
mendapatkan suatu pengalaman menarik dengan ber-Perahu Layar, perjalanan kali
ini sekaligus mendapatkan sedikit
pengetahuan sejarah masa lalu yang terjadi di kedua pulau ini.
Quote: "Ambition leads me not only farther than any man has been before, but as far as I think it possible for man to go" -James Cook (British Explorer. 1728-1779)
Quote: "Ambition leads me not only farther than any man has been before, but as far as I think it possible for man to go" -James Cook (British Explorer. 1728-1779)
Candola |
Memompa perahu karet untuk mencapai Pulau Kelor |
Kembali ke Perahu Layar |
Pulau Bersejarah |
Sisa-sisa reruntuhan bangunan (P. Onrust) |
Meriam (P.Onrust) |
Bagian dalam Benteng (P.Kelor) |
Benteng VOC (P. Kelor) |
No comments:
Post a Comment