Kampung Naga |
Lokasinya
yang terletak di jalan raya yang menghubungkan antara Kota Garut dan Kota
Tasikmalaya dapat ditempuh sekitar 1 jam jika berkendaraan dari Cipanas,
Garut. Kampung Naga ini berada di wilayah Desa Neglasari, Kabupaten
Tasikmalaya.
Letaknya
yang berada di lembah dan di pinggir sungai CiWulan yang airnya berasal dari
Gunung Cikuray, Garut membuat udara di kampung itu terasa sejuk.
Untuk
menuju Kampung ini dari jalan raya, harus melewati ratusan anak tangga dengan
kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak sekitar 500 meter.
Menurut
guide yang mendampingi kami hari itu, saat ini jumlah penduduk Kampung
Naga adalah 314 jiwa. Kampung ini mempunyai 113 bangunan di dalamnya
sudah termasuk Mesjid, Balai Kampung dan lumbung padi umum. Ada satu
bangunan yang letaknya berada di atas, dinamakan Bumi Agung. Bangunan
tersebut biasanya digunakan untuk melakukan upacara adat pada saat-saat
tertentu.
Bentuk
Bangunan rumah-rumah yang ada disana terbuat dari kayu, anyaman bambu sebagai
dindingnya dan beratapkan dari daun nipah atau ijuk sebagai bumbungan. Seluruh
rumah disana harus menghadap ke utara atau selatan.
Diantara
rumah-rumah penduduk, ada satu rumah yang ditempati oleh kuncen atau
pemimpin tertinggi adat di Kampung Naga. Masyarakat disini masih sangat
kuat memegang teguh adat istiadat peninggalan leluhurnya.
Dengan
luas wilayah sekitar satu setengah hektar dan dibatasi oleh pagar, masyarakat
Kampung Naga melakukan kegiatan bertani dan memelihara ikan sebagai sumber
kehidupan mereka. Ada juga yang membuat beberapa jenis kerajinan tangan
dari batok kelapa dan bambu untuk di jual kepada pengunjung yang datang.
Kampung
yang asri ini tidak dialiri oleh listrik bukan karena belum adanya PLN, namun
itu atas keinginan mereka sendiri. Hingga kini untuk memasak mereka masih
menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya.
Saat
kami mengunjungi kampung yang rapih dan bersih ini, hanya terlihat beberapa
penduduk, ibu-ibu dan anak kecil yang terlihat diluar rumah. Pagi hari
ini anak-anak sedang bersekolah, sedangkan para kaum dewasa sedang melakukan
kegiatan pertanian mereka di akhir bulan Juni ini.
Cara
hidup yang bersih penduduk kampung ini dapat dilihat dengan cara aturan mereka
menempatkan kamar mandi/jamban (toilet) diluar area perumahan, sehingga
jauh dari pencemaran.
Mengenai
sejarah kampung ini, tak ada informasi yang jelas sudah berapa umur dari
Kampung Naga ini, konon diperkirakan sudah sekitar ratusan tahun. Tak ada
pula catatan pasti yang tersisa tentang asal usul sejarah kampung ini.
Menurut cerita, akan sulit untuk mengkaji lebih dalam sejarahnya, karena
peninggalan yang tersisa sudah ikut lenyap ketika kampung tersebut dihancurkan
oleh pasukan DI/TII pimpinan Kartosuwiryo. Sebelumnya ada buku tua yang
berbahasa Sunda sekitar tahun 1927, namun itu pun dibawa oleh pemerintah
Belanda sebelum banyak dipelajari banyak orang.
Pada
saat sebelum memasuki Kampung Naga, tampak terlihat Tugu Kujang (Keris) yang
terdapat di pintu masuk dan berukuran ‘raksasa’. Menurut guide
bahwa kujang tersebut di buat pada awal tahun 2009 lalu.
Ada
keunikan pada Kujang tersebut, yaitu pembuatannya yang dikerjakan oleh 9 Mpu
(pembuat keris) yang berasal dari daerah Jawa Tengah dan Kujang ‘raksasa’
itu merupakan hasil dari peleburan keris yang berjumlah sebanyak 900 keris.
Sampai
di Gerbang keluar, kamipun meninggalkan kampung yang tenteram ini dengan segala
sejarahnya yang mungkin terkubur.
Selamat Datang |
Alat penumbuk padi tradisional |
Mesjid |
Hasil kerajinan tangan |
Rumah Sang Kuncen |
Kamar mandi/jamban diluar area perumahan pagar) |
Tangga akses menuju ke/dari kampung naga |
Tugu Kujang Pusaka |
terima kasih kang Dedesukma artikelnya tentang kampung naga, memang saya belum pernah kesana, tetapi di televisi sudah beberapa kali saya nonton acara yang mengulas tentang kampung naga, selain cara hidupnya yang masih tradisional saya suka pemandangan alamnya yang eksotis di kampung naga tersebut
ReplyDelete