Wednesday, May 9, 2012

Menjelajah Bromo Hingga Tumpang

View dari Pananjakan II

Salah satu tempat terbaik untuk melihat sunrise (terbitnya matahari) adalah di Bromo.  Paling tidak begitu kata sebagian besar orang.
Selain itu suhu udaranya yang sejuk dan pemandangan indah di seluruh kawasan TN Bromo-Tengger-Semeru ini mejadikan salah satu favorit tujuan wisata baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Akhirnya setelah sekian lama, kali ini kami pun berkesempatan untuk mengunjungi Bromo secara langsung. Dengan menggunakan mobil sewaan, liburan keluarga kami kali ini diawali dari Bandara Juanda, Surabaya.
Sebenarnya kami, saya, istri dan anak berencana untuk singgah ke air terjun Madakaripura, namun karena derasnya hujan yang turun maka batal lah sudah.  Memang demi keamanan, jika terjadi hujan orang setempat akan melarang atau tidak membolehkan pengunjung ke air terjun tersebut.  Apa mau dikata ?  Nyatanya di awal April ini, curah hujan masih cukup tinggi.

Perjalanan pun berlanjut menuju Desa Ngadisari yang berjarak sekitar 15 km lagi.
Menjelang sore kami pun tiba di kawasan yang berketinggian 2.392 mdpl tersebut.  Ditemani suhu yang cukup dingin kamipun melihat-lihat daerah sekitar. Dari atas, terlihat lautanpasir yang luas membentang.  Lalu kami memutuskan untuk menginap di salah satu penginapan disana, Hotel CafĂ© Lava sebagai tempat istirahat malam nanti.

Makan malam pun kami lalui di restoran hotel ini, disana sudah ada beberapa kelompok tamu lainnya yang juga sedang bersantap.  Sepertinya, malam itu semua tamu yang ada disana berasal dari mancanegara. Selain memang hotel ini menjadi tempat favorit turis asing, waktu yang kami pilih ketempat ini pun sengaja di hari Minggu, dengan pemikiran untuk menghindari terlalu banyak orang yang akan ‘berebut’ unutk melihat sunrise nantinya.

Setelah menyantap makan malam, di lobi hotel saya pun mulai melakukan ‘pendekatan’ dengan tukang ojek yang memang sedari sore tadi ada disana, sejak kami check in.  Hal ini saya lakukan karena saat kami tiba sore tadi pihak hotel t member ahu bahwa saat ini tidak bisa menggunakan Jip (mobil) untuk turun ke kawasan bawah (kawah, dll) dikarenakan adanya longsoran ygmengakibatkan tertutupnya jalan untuk sementara.  Memang tadi sore pun kami bisa melihat longsoran itu.

Dikarenakan kondisi tersebut, beberapa tamu disana memutuskan hanya akan melihat sunrise di pananjakan, setelah itu mereka akan meninggalkan bromo tanpa turun ke kawasan bawah.

Namun tidak bagi kami.  Befikir sudah sampai disini, maka sayang jika dilewatkan begitu saja.   Pendekatan ke tukang ojek tadi adalah langkah awal menyusun rencana untuk esok hari.
Setelah diskusi sampe membahas peta dengan sang pengojek, Pak Sugi kata sepakat pun terjadi.  Yeaah…kami akan mulai perjalanan dari Pananjakan sampai Tumpang, Malang.

Sekitar jam 4 pagi, kami pun sudah bersiap-siap untuk memulai perjalanan dan Azzam pun masih terlelap dalam tidurnya.  Azzam berada ditengah-tengah antara saya dan mas ojek, sementara Nouf di motor satunya.
Deru motor pun menembus gelap yang dibalut dingin nya udara Bromo pagi itu.

Sekitar 20 menit, kamipun tiba di lokasi dimana dimulainya perjalanan ke pananjakan yang harus ditempuh dengan berjalan kaki.  Disana sudah ada sekitar puluhan orang lainnya dengan tujuan yang sama dengan kami. Antara bangun dan masih terkantuk-kantuk, Azzam mendekap saya dalam gendongan.
Ditempat ini ada pilihan antara melakukan perjalanan dengan berjalan kaki atau dengan menaiki kuda sewaan yang tersedia disana.  Kami memilih berjalan kaki.

Akhirnya sampailah kami di lokasi tujuan disambut sinar matahari yang mulai memancar lembut dari arah Timur.  Mulai terlihat kilauan blitz yang keluar dari kamera-kamera yang tak henti-hentinya mengabadikan moment tersebut.
Untuk menghangatkan tubuh, kamipun memesan teh dan kopi serta melahap beberapa potong pisang goreng yang dijajakan penjual disana.

Selain view Sunrise yang diabadikan, yang dapat dilihat dari atas sana adalah Kawah Bromo, Gunung Batok, Gunung Semeru yang samar-samar kelihatan.  Intinya sekeliling dari spot Pananjakan II tersebut tak luput di rekam oleh kamera.

Matahari pun semakin menjulang tinggi dan orang-orang yang sudah merasa puas menikmati pemandangan yang menakjubkan tersebut beriringan meninggalkan Pananjakan II.

Dari Pananjakan II kami melanjutkan perjalanan yang memakan waktu sekitar 1 jam ke Kawah Bromo, sebelumnya mampir ke hotel untuk mengambil barang dan sekalian check out.

Dimulai dari perhentian terakhir sepeda motor yang letaknya di seberang Pura Poten, Azzam pun memilih untuk menunggang kuda.  Namun dia berjalan sendiri ketika menaiki tangga untuk menuju kawah Bromo.
Mengenai Pura Poten, Pura ini adalah sebuah pura milik masyarakat tengger yang terletak di tengah lautan pasir gunung Bromo.
Lagi-lagi suatu pemandangan menakjubkan dapat melihat kawah secara dekat ketika kami sudah berada di atas.

Setelah melihat-lihat kawah, kami pun turun dan mengisi perut di penjual makanan yang dijajakan oleh masyarakat setempat.

Merasa perut sudah cukup untuk menghangatkan badan, perjalanan dilanjutkan dengan pemberhentian di pasir berbisik yang masih ditengah-tengah lautan pasir dan lalu berlanjut ke bukit teletubbies, padang rumput yang berbukit-bukit.

Dari perjalanan yang berpasir, kami pun mulai memasuki jalanan tanah dan jalanan yang di cor namun sudah rusak  dengan dinding bukit sebelah kiri dan jurang berada di kanan. Sesekali kami berpapasan dengan pengendara motor lainnya.

Sekitar jam 10, sampalah kami di pertigaan jemplang.  Di pertigaan ini, kita masih dapat memandang bukit teletubbies yang terhampar bagaikan karpet raksasa dan sebagian lautan pasir Bromo.
Pertigaan ini merupakan pemisah antara jalan menuju tumpang dan ranu pani (menuju pos masuk pendakian ke Gunung Semeru).

Daerah yang kami lewati selanjutnya adalah Desa Ngadas.  Perjalanan sedikit menurun yang merupakan kombinasi dari aspal dan cor-an yang juga rusak.  Dengan udara yang lumayan dingin dan berkabut di beberapa tempat, kami juga disuguhkan hutan lebat, pohon pinus dan hamparan teras iring perkebunan sayur masyarakat tengger.
Perlu diingat bahwa mengendarai sepeda motor di jalur ini memang butuh kewaspadaan extra .

Kurang lebih satu jam dari pertigaan tadi, kami memutuskan untuk berhenti di air terjun Coban Pelangi.
Dari pintu masuk, melalui turunan, melewati hutan pinus sampailah kami di air terjun Coban Pelangi yang ketinggian nya sekitar 110 meter.  Biasanya akan mucul pelangi dari butiran air terjun yang terkena sinar matahari.
Jika menuju air terjun sekitar 30 menit, maka perjalanan kembali yang lebih menanjak memakan waktu sekitar 45 menit.

Melewati kawasan yang masuk dalam kecamatan Poncokusumo, Malang ini banyak terlihat perkebunan apel masyarakat di sisi kiri-kanan jalan sebagai sumber penghidupan mereka.

Tak terasa, perjalanan yang dimulai dari hotel di Bromo hingga tiba di Tumpang, Malang ini kami lewati dalam waktu sekitar hampir 9 jam.

Lelah pun tak kami rasakan, namun kepuasan dan pengalaman menakjubkanlah yang kami dapatkan.

Sunrise

Berpose di lautan pasir bersama 'ojek' motor

Pasir Berbisik

Gunung Batok dari kejauhan

Pura Poten

Penunggang Kuda

Turun dari Kawah

Bukit Teletubbies

Coban Pelangi

Tips Memilih Jadwal Keberangkatan Saat Berlibur Bersama Balita

Pergi liburan bersama keluarga merupakan salah satu kegiatan yang pastinya menjadi wishlist di tiap tahunnya. Punya waktu yang bisa...