Wednesday, October 3, 2012

Mumi Sang Ksatria Dari Kurulu

(Mumi) Wim Motok Mabel



Tujuan Bangsa Mesir Kuno memufikasi jenazah adalah untuk mengumpulkan energi dari alam semesta, yang dipercaya akan memberikan kekuatan pada jenazah tersebut. Keyakinan mereka bahwa tubuh yang telah mati itu akan dipakai kembali saat hidup di alam keabadian.
Proses mumifikasi pada Bangsa Mesir adalah dengan cara diawetkan melalui proses pembalseman, yang kemudian tubuh jenazah dibebat kain kafan dengan posisi tangan menyilang di dada. Sebelum itu tentunya bagian dalam tubuhnya sudah dikeluarkan terlebih dahulu. 
Konon, satu tim peneliti Jerman menyatakan telah mengungkap rahasia pengawetan mumi Mesir kuno tersebut. Dari hasil penelitian, para ilmuwan itu berpendapat bahwa rahasia pengawet mumi mesir berasal dari suatu zat ekstrak pinus salju.

Suku Dani di Lembah Baliem, Wamena, Papua juga mempunyai tradisi mumifikasi yang dilakukan pada orang-orang tertentu saja.  Ada beberapa mumi yang dapat ditemukan di Lembah Baliem. Namun tidak semua dari mumi-mumi tersebut dapat dikunjungi atau dilihat oleh sembarang orang atau pengunjung yang datang. Hanya orang orang tertentu dan pada waktu-waktu tertentu saja yang dapat melihat mumi yang mempunyai nilai sakral tersebut.

Tepatnya di Sumpaima, Kampung Jiwika Distrik Kurulu ada satu mumi yang dapat dilihat pengunjung yang ingin menyaksikan salah satu tradisi turun temurun tersebut.
Mumi tersebut bernama Wim Motok Mabel yang berasal dari Suku Dani yang merupakan generasi ke tujuh.  Namanya berasal dari Wim berarti perang, Motok berarti panglima sedangkan Mabel adalah nama keluarganya.
Pada masa hidupnya, beliau adalah seorang kesatria dan pemimpin yang disegani oleh masyarakatnya, memimpin rakyatnya dengan bijaksana sekaligus memberikan rasa aman yang mungkin datang dari suku atau kelompok lain.

Mumi yang sudah berusia lebih dari 300 tahun ini, disimpan tersendiri di dalam pilamo (rumah bagi laki-laki).  Apabila ada pengunjung yang datang ingin melihat, mumi tersebut akan dikeluarkan dari honai nya.  Akhirnya saya pun berkesempatan untuk melihat langsung mumi salah satu Ksatria Suku Dani tersebut. Ketika melihatnya, saya mencoba membayangkan atau berimajinasi sesosok orang yang sangat dihargai dan menjadi panutan pada masa hidupnya. Terlihat sebuah onggokan tulang berlapis daging yang sudah menghitam, dengan posisi kaki yang menekuk kedada dan mulut terbuka.

Berbeda dengan apa yang dilakukan Bangsa Mesir Kuno, Suku Dani melakukan proses mumifikasi dengan cara pengasapan dan melumuri tubuh jenazah dengan minyak babi.
Dalam melakukan ritual ini, tetua adat kampung akan mengutus sepasang suami istri yang akan membangun honai (rumah) di tengah hutan untuk melakukan pengasapan yang akan memakan waktu sekitar 3 bulan.  Pengasapan yang dilakukan secara terus menerus hingga akhirnya membuat bagian kulit jenazah akan lumer dan daging pun akan menempel lekat pada tulangnya.  Didalam melakukan proses yang mempunyai nilai sakral ini ada hal-hal yang tidak boleh dilanggar bagi yang melakukannya.
Pasangan suami istri yang telah disucikan tadi, mempunyai pantangan yang tidak boleh dilanggar, yaitu selama membuat mumi pasangan ini tidak boleh melakukan dosa termasuk berhubungan intim yang biasa dilakukan suami istri, itulah syarat untuk menjaga ke sakralannya.

Setiap tahunnya masyarakat Kampung Jiwika selalu melakukan upacara untuk memperingati kisah hidup dan sang Ksatira Mabel. Disetiap upacara, akan dililitkan kalung yang terbuat dari kulit kayu pada lehernya dan dari jumlah kulit kayu tersebut bisa diketahui suadah berapa lama usia mumi tersebut.
Harapan para leluhur dan tetua dari upacara peringatan tersebut agar semangat dan tauladan Sang Ksatria tetap diteruskan oleh generasi penerus mereka.


Posisi mumi yang bertekuk

Di depan palimo penyimpanannya


4 comments:

Tips Memilih Jadwal Keberangkatan Saat Berlibur Bersama Balita

Pergi liburan bersama keluarga merupakan salah satu kegiatan yang pastinya menjadi wishlist di tiap tahunnya. Punya waktu yang bisa...