Thursday, October 18, 2012

Extraordinary Wake Up Call in Lembah Harau






Setelah sarapan kami mengunjungi beberapa tempat disekitaran Bukittinggi, Taman Panorama, Lobang Jepang, dan Benteng Fort de knock sebelum melanjutkan perjalanan dengan tujuan utama, Lembah Harau.
Hamparan sawah terbentang luas di kiri dan kanan jalan saat melewati Jalan Raya Bukittingi -Payakumbuh.  Sebelum sampai di Lembah Harau, kami sempat mampir di Gua Ngalau Indah,  gua stalagmite dan stalaktit yang berada di lereng bukit. Akses masuknya tak begitu jauh dari jalan raya.
Jika langsung dari Bukit tinggi, perjalanan dari Bukittinggi ke Lembah Harau akan memakan waktu sekitar 1-1,5 jam.

Dengan kaca mobil sengaja dibuka dan membiarkan udara segar memasuki paru-paru kami mulai terlihat dari kejauhan kecantikan pemandangan Lembah Harau.  Dinding-dinding batu yang memerah kecoklatan seperti memagari lembah, hamparan sawah dan hijaunya pepohonan. Ketika semakin mendekati dinding batu, maka semakin terlihat guratan-guratan bak relief alami.  Batu-batu kekar itu diwarnai oleh waktu dan cuaca.  Dibagian tertentu dinding batu, ada tanaman yang tumbuh juga.  Ketinggian dinding batu ini mungkin hingga sekitar 200 meter.
Konon, sudah banyak pemanjat tebing yang memang sengaja datang ke tempat ini ingin merasakan dinding batu cadas yang curam dan lurus itu.

Sampailah kami di Echo Homestay yang memang sudah kami booking sebelumnya. Setelah check-in kamipun berkenalan berbincang-bincang dengan Pak Ade yang mengelola tempat ini.
Terdapat sekitar 20 kamar yang ber-desain eco-architecture di penginapan itu.  Dengan gaya ramah lingkungan, terlihat dari bangunannya yang 80% menggunakan bahan kayu, atap dari ijuk, kamar mandi yang tanpa penutup/atap dengan bagian atasnya ditanami tanaman, membuat kesan kita mandi di alam terbuka. Penginapan inipun menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang menginap di Lembah Harau, terutama yang datang dari mancanegara.

Setelah menggali sedikit informasi tentang tempat ini dilanjutkan dengan makan siang, saya dan istri memutuskan untuk menyambangi air terjun atau disebut sarasah dalam bahasa setempat.
Melalui jalan yang berkelok-kelok memasuki hutan kecil dan celah dinding batu yang makin menyempit, akhirnya kita sampai ke air terjun pertama, dan berlanjut ke dua air terjun lainnya. Di ketiga air terjun tersebut, beberapa orang sudah ada disana menikmati dininnya air sebelum kami tiba.
Sore harinya kami kembali ke penginapan dan menikmati pemandangan senja Lembah Harau dari beranda cafeteria Echo.  Ditemani hangatnya kopi dan cemilan sore itu, tampak dinding batu Lembah Harau yang kekar semakin memerah warnanya.

Keesokan paginya, terjadi hal yang jarang kami alami atau belum pernah tepatnya di tempat penginapan lain yang pernah kami datangi.  Pagi itu kami dibangunkan oleh suara-suara dari Siamang yang bergelayutan dan saling bersahutan menyambut pagi ! Ibarat wake up call, tapi ini yang versi alam !
Dinding batu yang menjulang tinggi berjarak beberapa meter dari belakang kamar menjadi pembatas alami penginapan ini, dan dari bagian atasnya lah suara-suara Siamang tadi berasal.
Di tempat yang juga merupakan suaka margasatwa ini , selain Siamang ada juga monyet ekor panjang, harimau sumatera, berunag, tapir, kambing hutan, burung enggang dan beberapa jenis hewan lainnya.

Pagi hari itu, kami berangkat ke tempat yang berbeda arah dengan tempat yang kami datangi sehari sebelumnya.  Di Lembah Harau juga terdapat tempat wisata pemandian yang menjadi tempat bagi pengunjung baik lokal maupun yang datang dari luar daerah.  Di halaman bagian depan terlihat beberapa kendaraan sudah terpakir dan jajaran warung yang menawarkan makanan dan minuman.  Selain warung-warung tadi, ada juga masyarakat yang menjajakan aneka jenis tumbuhan lokal, seperti anggrek, kantung semar dan beberapa jenis lainnya. Menghabiskan waktu hingga siang hari disana, lalu kami melanjutkan perjalanan ke bagian bumi minang lainnya.

Kedatangan kami kali ini ke Lembah Harau, tak sempat untuk mencoba memanjat dinding batunya.  Mungkin nanti, di lain waktu !


Selamat Pagi :)

Penginapan berdesain Echo-architecture 

'Rumah Gadang' di Echo Homestay

Air Terjun (Sarasah) Bunta

Sunday, October 14, 2012

Pulau Perahu di Selatan Papua

Kole-Kole



Ilhas dos papuas (pulau rambut keriting).  Begitu sebutan yang diberikan Bangsa Portugis untuk Papua yang konon sebagai bangsa asing pertama yang menemukan Papua.
Namun Bangsa Belanda yang datang berikutnya menamakan nya dengan sebutan Nieuw Guinea, karena mengingatkan mereka pada penduduk suatu daerah di Afrika, yaitu Guinea.

Menurut salah seorang bapak (penduduk) yang becerita bahwa awalnya memang Bangsa Portugis lah yang menginjakkan kaki di Pulau Kekwa.  Penamaan pulau tersebut sepertinya muncul karena kesalahpahaman dalam komunikasi.  Karena ketika Bangsa Portugis mendarat di pantai pulau Kekwa, para penduduk menyapa nya dengan “Apakah tuan naik perahu ?”, Kekwa dalam bahasa Kamoro adalah perahu.  Karena tidak mengerti artinya, maka kata pertama dan diulang-ulang itulah kemudian dijadikan pendatang Portugis itu atas pulau ini.

Setelah perjalanan yang memakan waktu hampir 2 jam dengan menumpang jetty kecil dari pelabuhan Amamapare yang berjarak 30 km dari pusat kota Timika sampailah kami di Pulau Kekwa.
Sebelum mendarat di Pulau Kekwa, kami sempat singgah sebentar di 2 pulau kecil, yaitu Pulau Bidadari dan Pulau Puriri yang tidak berpenduduk.  Sedangkan di Pulau Kekwa sudah sejak lama dihuni oleh para penduduk yang berasal dari Suku Kamoro.

Seiring berjalannya waktu, pulau yang letaknya dibagian paling selatan Papua dan menghadap langsung ke laut lepas, yang akhirnya dijadikan titik pertahanan tentara sekutu pada jaman perang dunia ke II.  Sisa-sisa peninggalan meriam besi yang berkarat masih terlihat beberapa puluh meter dari lepas pantai.
Bahkan menurut Pak Matius, sekertaris kampung bahwa penduduk masih juga sering menemukan beberapa peninggalan lain berupa samurai, perkakas militer dan peralatan makan (piring, sendok) peninggalan tentara Jepang yang akhirnya meninggalkan Kekwa setelah peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menghancurkan negeri mereka.  “Mungkin kalo digali lebih dalam, di bagian dalam kampung akan masih ditemukan sisa-sisa peninggalan Jepang tersebut” ujar pak Matius menambahkan.
Pasir dan air laut telah mengubur peninggalan tersebut. bahkan menurut pak Matius, Gereja mereka yang tadinya semula berada di pinggir laut terpaksa dipindahkan ke dalam hutan, karena memang sudah dipindahkan beberapa kali.

Produk budaya asli yang kami di Pulau Kekwa adalah sampan mereka yang unik.  Satu batang pohon yang dikeruk bagian tengahnya, sangat sederhana.  Suku Kamoro menyebutnya ‘kole-kole’ atau ‘perahu sendok’.  Setiap laki-laki Suku Kamoro pasti bisa membuatnya dan butuh 3 hari untuk menyelesaikan pembuatan 1 perahu.
Hari semakin siang, dan kami pun meninggalkan Pulau Kekwa yang menyimpan sejarah didalamnya.  Lambaian tangan dan senyuman anak-anak Suku Kamoro turut mengantarkan kepergian kami hari itu.


Bagian dalam kampung

Pantai P. Kekwa

Meriam sisa peninggalan PD II







Saturday, October 13, 2012

Dari Fosil hingga Hewan Hidup di Jatim Park 2




Museum Satwa


Setelah berdirinya Jatim Park 1 pada tahun 2001, beberapa tahun kemudian dinbangunlah Jatim Park 2, yang hanya berjarak 10 menit berkendaraan.
Jatim Park 2 ini lebih mengarah kepada wisata edukatif, meskipun tetap ada wahana permainan didalamnya, namun tidak sebanyak yang ada di Jatim Park 1.

Di dalam Jatim Park 2 ada lokasi yang dapat dijelajahi, yaitu Musem Satwa, Batu Secret Zoo, ditambah Pohon Inn Hotel.  Sebuah hotel unik berbentuk seperti pohon sesungguhnya disediakan bagi pengunjung yang ingin menginap disekitar sana.

Setelah membeli tiket terusan, penjelajahan kami mulai dari Museum Satwa !  Bagian depan gedung yang menarik, berbentuk gaya Romawi dengan pilar-pilar yang tinggi dan ada 2 patung gajah berukuran besar berada masing-masing di samping gedung.
Dengan maksud untuk menghindari akan padatnya pengunjung, kami sengaja memilih hari Selasa di bulan April itu untuk mengunjungi Jatim Park 2.  Ternyata saat kami tiba disana, terlihat antrian yang panjang di pintu masuk.  Kebetulan pada hari itu ada rombongan besar dari beberapa sekolah yang berkunjung juga.  Setelah membeli tiket kamipun masuk dalam antrian tersebut.

Sungguh berbeda museum satwa ini dengan museum yang pernah saya kunjungi.  Di museum satwa ini memiliki bermacam-macam replica fosil, spesies hewan dari seluruh dunia.
Di tengah ruangan yang seperti aula terdapat fosil dinosaurus, seperti yang ada di film ‘Night at The Museum’.
Deskripsi dan penjelasan tentang binatang-binatang ini terpampang di setiap replika/fosil tadi.  Beberapa diletakkan didalam ruang berkaca. 
Letaknya pun tertata dengan rapih dan informatif.  Lokasi yang sesuai habitat atau jenis binatang, misalnya hewan prasejarah, laut, udara, liar, serangga, burung, reptil dan yang lainnya.  Ada beruang es dan singa afrika yang di set sesuai habitatnya.
Semua dipertunjukkan dengan penataan yang menarik.

Setelah berkeliling di museum satwa, penjelajahan berlanjut melihat hewan yang sebenarnya di Batu Secret Zoo.  Sebenarnya ini adalah kebun binatang dengan konsep modern. 
Disana kita bisa melihat aneka satwa dari berbagai penjuru dunia.  Hewan-hewan yang jarang atau belum pernah saya lihat sebelumnya ada disana.  Seperti tikus raksasa, Red Cuban Flamingo, Kangguru albino, Meerkat, Axolotl (jenis salamander), Hiu karang sirip hitam dan masih banyak lagi.

Disepanjang rute, terdapat beberapa cafeteria bagi pengunjung yang ingin makan atau minum dan untuk memudahkan pengunjung, tersedia beberapa peta rute yang cukup membantu.
Jika ingin berkeliling melihat-lihat dan tak perlu merasa capek, ada penyewaan alat transportasi yang berupa E-Bike (sepeda bertenaga baterai) dengan tariff Rp 100,000 – Rp 200,000 tergantung dari jenisnya.

Selain dapat melihat beraneka satwa, terdapat kolam renang dan juga beberapa jenis permainan untuk dinikmati di fantasy land.
Saran saya sediakanlah waktu seharian penuh ketika berkunjung ke tempat yang luas ini, karena begitu banyak yang dilihat, ditambah dengan beberapa permainan yang dapat dinikmati.
Dengan harga tiket Rp 60,000 (senin-jum’at) dan Rp 75,000 (sabtu, minggu dan hari libur) pengunjung dapat menjelajahi Museum Satwa dan Batu Secret Zoo ini dari mulai pukul 10.00 hingga pukul 18.00

Batu Secret Zoo

Pohon Inn Hotel

Dino






Tips Memilih Jadwal Keberangkatan Saat Berlibur Bersama Balita

Pergi liburan bersama keluarga merupakan salah satu kegiatan yang pastinya menjadi wishlist di tiap tahunnya. Punya waktu yang bisa...