Setelah
sarapan kami mengunjungi beberapa tempat disekitaran Bukittinggi, Taman
Panorama, Lobang Jepang, dan Benteng Fort de knock sebelum melanjutkan perjalanan dengan tujuan utama, Lembah Harau.
Hamparan
sawah terbentang luas di kiri dan kanan jalan saat melewati Jalan Raya
Bukittingi -Payakumbuh. Sebelum sampai
di Lembah Harau, kami sempat mampir di Gua Ngalau Indah, gua stalagmite dan stalaktit yang berada di lereng
bukit. Akses masuknya tak begitu jauh dari jalan raya.
Jika
langsung dari Bukit tinggi, perjalanan dari Bukittinggi ke Lembah Harau akan
memakan waktu sekitar 1-1,5 jam.
Dengan
kaca mobil sengaja dibuka dan membiarkan udara segar memasuki paru-paru kami mulai
terlihat dari kejauhan kecantikan pemandangan Lembah Harau. Dinding-dinding batu yang memerah kecoklatan seperti
memagari lembah, hamparan sawah dan hijaunya pepohonan. Ketika semakin
mendekati dinding batu, maka semakin terlihat guratan-guratan bak relief
alami. Batu-batu kekar itu diwarnai oleh
waktu dan cuaca. Dibagian tertentu
dinding batu, ada tanaman yang tumbuh juga.
Ketinggian dinding batu ini mungkin hingga sekitar 200 meter.
Konon,
sudah banyak pemanjat tebing yang memang sengaja datang ke tempat ini ingin
merasakan dinding batu cadas yang curam dan lurus itu.
Sampailah
kami di Echo Homestay yang memang
sudah kami booking sebelumnya. Setelah
check-in kamipun berkenalan berbincang-bincang
dengan Pak Ade yang mengelola tempat ini.
Terdapat sekitar 20 kamar yang ber-desain
eco-architecture di penginapan itu. Dengan gaya ramah lingkungan, terlihat dari
bangunannya yang 80% menggunakan bahan kayu, atap dari ijuk, kamar mandi yang tanpa penutup/atap dengan bagian atasnya ditanami
tanaman, membuat kesan kita mandi di alam terbuka. Penginapan
inipun menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung yang menginap di Lembah Harau, terutama yang datang dari mancanegara.
Setelah
menggali sedikit informasi tentang tempat ini dilanjutkan dengan makan siang,
saya dan istri memutuskan untuk menyambangi air terjun atau disebut sarasah dalam bahasa setempat.
Melalui
jalan yang berkelok-kelok memasuki hutan kecil dan celah dinding batu yang
makin menyempit, akhirnya kita sampai ke air terjun pertama, dan berlanjut ke
dua air terjun lainnya. Di ketiga air terjun tersebut, beberapa orang sudah ada
disana menikmati dininnya air sebelum kami tiba.
Sore
harinya kami kembali ke penginapan dan menikmati pemandangan senja Lembah Harau
dari beranda cafeteria Echo. Ditemani hangatnya kopi dan cemilan sore itu,
tampak dinding batu Lembah Harau yang kekar semakin memerah warnanya.
Keesokan
paginya, terjadi hal yang jarang kami alami atau belum pernah tepatnya di
tempat penginapan lain yang pernah kami datangi. Pagi itu kami dibangunkan oleh suara-suara
dari Siamang yang bergelayutan dan saling bersahutan menyambut pagi ! Ibarat wake up call, tapi ini yang versi alam !
Dinding
batu yang menjulang tinggi berjarak beberapa meter dari belakang kamar menjadi
pembatas alami penginapan ini, dan dari bagian atasnya lah suara-suara Siamang
tadi berasal.
Di
tempat yang juga merupakan suaka margasatwa ini , selain Siamang ada juga monyet
ekor panjang, harimau sumatera, berunag, tapir, kambing hutan, burung enggang
dan beberapa jenis hewan lainnya.
Pagi
hari itu, kami berangkat ke tempat yang berbeda arah dengan tempat yang kami
datangi sehari sebelumnya. Di Lembah
Harau juga terdapat tempat wisata pemandian yang menjadi tempat bagi pengunjung
baik lokal maupun yang datang dari luar daerah.
Di halaman bagian depan terlihat beberapa kendaraan sudah terpakir dan
jajaran warung yang menawarkan makanan dan minuman. Selain warung-warung tadi, ada juga
masyarakat yang menjajakan aneka jenis tumbuhan lokal, seperti anggrek, kantung
semar dan beberapa jenis lainnya. Menghabiskan waktu hingga siang hari disana,
lalu kami melanjutkan perjalanan ke bagian bumi minang lainnya.
Kedatangan
kami kali ini ke Lembah Harau, tak sempat untuk mencoba memanjat dinding
batunya. Mungkin nanti, di lain waktu !
Selamat Pagi :) |
Penginapan berdesain Echo-architecture |
'Rumah Gadang' di Echo Homestay |
Air Terjun (Sarasah) Bunta |