Sunday, October 14, 2012

Pulau Perahu di Selatan Papua

Kole-Kole



Ilhas dos papuas (pulau rambut keriting).  Begitu sebutan yang diberikan Bangsa Portugis untuk Papua yang konon sebagai bangsa asing pertama yang menemukan Papua.
Namun Bangsa Belanda yang datang berikutnya menamakan nya dengan sebutan Nieuw Guinea, karena mengingatkan mereka pada penduduk suatu daerah di Afrika, yaitu Guinea.

Menurut salah seorang bapak (penduduk) yang becerita bahwa awalnya memang Bangsa Portugis lah yang menginjakkan kaki di Pulau Kekwa.  Penamaan pulau tersebut sepertinya muncul karena kesalahpahaman dalam komunikasi.  Karena ketika Bangsa Portugis mendarat di pantai pulau Kekwa, para penduduk menyapa nya dengan “Apakah tuan naik perahu ?”, Kekwa dalam bahasa Kamoro adalah perahu.  Karena tidak mengerti artinya, maka kata pertama dan diulang-ulang itulah kemudian dijadikan pendatang Portugis itu atas pulau ini.

Setelah perjalanan yang memakan waktu hampir 2 jam dengan menumpang jetty kecil dari pelabuhan Amamapare yang berjarak 30 km dari pusat kota Timika sampailah kami di Pulau Kekwa.
Sebelum mendarat di Pulau Kekwa, kami sempat singgah sebentar di 2 pulau kecil, yaitu Pulau Bidadari dan Pulau Puriri yang tidak berpenduduk.  Sedangkan di Pulau Kekwa sudah sejak lama dihuni oleh para penduduk yang berasal dari Suku Kamoro.

Seiring berjalannya waktu, pulau yang letaknya dibagian paling selatan Papua dan menghadap langsung ke laut lepas, yang akhirnya dijadikan titik pertahanan tentara sekutu pada jaman perang dunia ke II.  Sisa-sisa peninggalan meriam besi yang berkarat masih terlihat beberapa puluh meter dari lepas pantai.
Bahkan menurut Pak Matius, sekertaris kampung bahwa penduduk masih juga sering menemukan beberapa peninggalan lain berupa samurai, perkakas militer dan peralatan makan (piring, sendok) peninggalan tentara Jepang yang akhirnya meninggalkan Kekwa setelah peristiwa bom atom di Hiroshima dan Nagasaki menghancurkan negeri mereka.  “Mungkin kalo digali lebih dalam, di bagian dalam kampung akan masih ditemukan sisa-sisa peninggalan Jepang tersebut” ujar pak Matius menambahkan.
Pasir dan air laut telah mengubur peninggalan tersebut. bahkan menurut pak Matius, Gereja mereka yang tadinya semula berada di pinggir laut terpaksa dipindahkan ke dalam hutan, karena memang sudah dipindahkan beberapa kali.

Produk budaya asli yang kami di Pulau Kekwa adalah sampan mereka yang unik.  Satu batang pohon yang dikeruk bagian tengahnya, sangat sederhana.  Suku Kamoro menyebutnya ‘kole-kole’ atau ‘perahu sendok’.  Setiap laki-laki Suku Kamoro pasti bisa membuatnya dan butuh 3 hari untuk menyelesaikan pembuatan 1 perahu.
Hari semakin siang, dan kami pun meninggalkan Pulau Kekwa yang menyimpan sejarah didalamnya.  Lambaian tangan dan senyuman anak-anak Suku Kamoro turut mengantarkan kepergian kami hari itu.


Bagian dalam kampung

Pantai P. Kekwa

Meriam sisa peninggalan PD II







No comments:

Post a Comment

Tips Memilih Jadwal Keberangkatan Saat Berlibur Bersama Balita

Pergi liburan bersama keluarga merupakan salah satu kegiatan yang pastinya menjadi wishlist di tiap tahunnya. Punya waktu yang bisa...