Thursday, October 13, 2011

Ke Puncak Para Dewa

Foto Oleh: Nouf Zahrah Anastasia

‘Mas, mau ke naek ya ?’ tiba-tiba aja ada orang nanya ke gw.  Ini badan padahal baru aja di istirahatin bentar karena gw dan tasya baru nyampe dari terminal bis Purabaya, Surabaya.

Rupanya disana sudah ada sekitar 6 orang  yang datang sebelum kami menunggu jip charteran untuk ke ranu pane.  Jip tersebut belum mau mengangkut mereka karena merasa masih kurang jumlah orangnya.

Akhirnya ditambah gw dan tasya, akhirnya kami ber delapan sepakat mencharter jip tersebut untuk mencapai Desa ranu pane, sebagai pos pintu masuk pendakian gunung Semeru.
Menumpang jip dari tumpang ke ranu pane merupakan pengalaman tersendiri, soalnya jip Toyota hard top yg terbuka itu  itu bisa diisi sekitar 10 orang ditambah ransel-ransel. Sebagai alternatif bisa juga menggunakan atau menumpang truk sayuran .

Perjalanan dari desa tumpang ke pos ranu pane memakan waktu sekitar 2 jam.  Melewati perkebunan, jalanan mulai berkelok-kelok, campuran antara aspal, beton dan tanah berdebu. kiri kanan jurang, tanah pertanian yang berada di tebing dan dari kejauhan terlihat semeru yang sesekali batuk menyajikan pemandangan yang indah.

Tiba di desa Ranu Pane, yg terletak di ketinggian 2200 mdpl gw dan tasya langsung mencari penginapan untuk istriahat kami malam ini, sebelum memulai pendakian keesokan harinya.
Pak Tasrip pemilik, Tasrip Homestay menyambut kami dengan senyumnya.  Beliau bercerita panjang lebar mengenai desa ranu pane, gunung semeru dan cerita-cerita para pendaki yang mampir di Homestay nya.

Keren juga, di Tasrip Homestay ada semacam buku tamu yang diisi oleh para pendaki yang pernah mampir kesana.  Sengaja dipisahkan buku terpisah untuk para pendaki dari mancanegara beserta kata-kata kenangan dari mereka.
Pagi harinya, kami pun memulai pemanasan sebelum pendakian dimulai.  Sesuai kesepakatan, kami  akan menggunakan jasa porter.  Kebetulan Mas Ingot, pria ‘jawa’ berdarah batak yang akan membantu kami selama perjalanan adalah menantu dari Pak Tasrip.

Sekitar pukul 8 pagi kami memulai pendakian menuju Ranu Kumbolo yg melewati jalanan aspal, hingga jalan setapak, melewati pinggir bukit yang bergelombang dan berkelok.  Melewati Waturejeg, batu yang sangat besar, jalan yang kami lewati makin menyempit dan longsor di beberapa area.  Juga banyaknya pohon tumbang, membuat rasa malas untuk melewatinya atau terpaksa merangkak.

Namun setelah berjalan sekitar 10 kilometer yang ditempuh dalam waktu 4 jam, rasa lelah itu pun terbayar dengan pemandangan indah Padang Sabana yang menakjubkan.  Kedamaian terasa ketika melihat tenangnya Danau Ranu Kumbolo yg terletak di ketinggian 2400 mdpl.
Selain menikmati keindahan danau ini, para pendaki juga dapat memancing ikan biasanya mas atau mujair.

Kami pun memutuskan untuk mendirikan tenda dan bermalam di pinggi danau Ranu Kumbolo.  Bagi pendaki yang ingin bermalam disini, bisa juga menginap di pos yg berbentuk bangunan bergenteng.
Hingga malam tiba, tak terasa udara semakin dingin.  Hingga puncaknya alat pengukur suhu menunjukkan – (minus) 2 derajat, rumput diluar tenda terlihat Kristal-kristal es.
Malam itu tidurpun jadi hanya beberapa jam saja, karena harus melawan dingin yang begitu menusuk tulang.
Matahari pagi yg menyapa akhirnya menghangatkan tubuh kami setelah semalamam berjibaku dengan hawa dingin.

Setelah sarapan kami meneruskan perjalanan ke oro oro ombo dan di depan mata sudah menanti bukit yang berkemiringan tak kurang dari 45 derajat, yang sering disebut Tanjakan Cinta. Ada mitos yang beredar di kalangan pendaki tentang asal muasal julukan tersebut. Menurut beberapa sumber mitos ini lahir dari kisah tragedi dua sejoli yang sudah bertunangan saat mendaki tanjakan tersebut.  Mitos yang beredar, nama tanjakan cinta ini tercipta karena ada pasangan yang sudah tunangan saat naik ke bukit tersebut lalu sang wanita pingsan dan terguling ke bawah, menyebabkan ia tewas.

Dari Ranu Kumbolo ke oro oro ombo hanya memakan waktu 15 sampai 30 menit, namun cukup menguras tenaga mendaki dengat tingkat kemiringan yg curam.
Oro oro ombo merupakan bekas rawa yg ditumbuhi rumput. Menariknya kita akan berjalan diantara rumput-rumput yang tingginya melebihi orang dewasa. Keren !
Dari oro oro ombo kami memasuki area hutan, berjalan diantara pohon  cemara yang kokoh.  Jalur menuju Kalimati tidak terlalu menanjak. Berjalan sekitar 4 jam kamipun sampai di pos Kalimati.
Dari Kalimati kami sudah dapat melihat Puncak Para Dewa, Puncak Mahameru.

Di Kalimati, yg berketinggian 2700 mdpl ada bangunan pos bagi para pendaki.  Biasanya beberapa pendaki memilih untuk mendirikan tenda disini sebelum summit attack ke puncak Semeru. Oh ya, perlu diingat cukup sulit menemukan air di kalimati untuk bekal esok hari.  Untungnya kami punya mas ingot yang sudah tau harus kemana mencari air.

Kami memutuskan untuk tidak menginap di kalimati, namun meneruskan perjalanan ke arcopodo dan menginap disana agar perjalanan ke puncak Mahameru lebih pendek.
Alhamdulillah, bermalam di arcopodo ‘ajaibnya’ tidak sedingin ketika kami menginap di Ranu Kumbolo, gw pun gak ngerti kenapa.
Bangun jam 01 dinihari, lalu diawali dengan nge-teh dan makan roti, kami bertiga juga membawa bekal untuk perjalanan menuju puncak.

Perjalanan kali ini lebih menanjak. dengan menggunaka senter untuk membantu kami melihat jalan, sesekali terlihat batu peringatan orang-orang yang meninggal disana.  Kaki tetap harus melangkah !
Sekitar 1 jam lebih, kami pun tiba di Cemoro Tunggal, namun perjalanan menuju tampat ini sangat melelahkan karena medan pasir dan bebatuan.

Setelah melewati cemoro tunggal, medan semakin terasa berat karena jalur batu pasir.  Tidak hanya menguras tenaga tapi juga mental.  Selain itu juga harus melawan rasa kantuk dan hawa dingin.  Tak jarang kami harus berjalan merangkak, ikut menggunakan kedua tangan juga.
Akhirnya, sekitar jam 6 kurang, kami pun akhirnya tiba di Puncak Mahameru, 3676 mdpl. Setelah beberapa saat berada di puncak, kamipun memutuskan untuk turun.

Perjalanan turun kami harus lebuh hati-hati lagi, karena cenderung longsor dan gampang merosot.  Tiba di arcopodo, tempat kami meninggalkan tenda, lanjut dengan membereskan barang-barang untuk melanjutkan perjalanan.

Menuju perjalanan turun kami sekali lagi berkesempatan melihat keindahan Ranu Kumbolo sebelum akhirnya menuju Tasrip Homestay sebagai persinggahan terakhir menuju Jakarta.

No comments:

Post a Comment

Tips Memilih Jadwal Keberangkatan Saat Berlibur Bersama Balita

Pergi liburan bersama keluarga merupakan salah satu kegiatan yang pastinya menjadi wishlist di tiap tahunnya. Punya waktu yang bisa...