Melukis Diatas Kulit Kayu |
Jika
Danau Toba punya Pulau Samosir, Danau Sentani punya Pulau Asei. Danau terbesar di Papua ini terletak tak jauh
dari Bandara Sentani, Jayapura dengan jarak tempuh sekitar 20 menit
berkendaraan motor.
Siang
itu, saat kami tiba di dermaga kecil di Danau Sentani, tampak serorang wanita
paruh baya yang duduk di atas perahu motor nya dan menawarkan jasa untuk
mengantarkan kami ke Pulau Asei. Setelah
menyepakati harga kami pun menaiki perahu tersebut dan dalam waktu sekitar 15
menit sampailah kami di Pulau Asei.
Begitu
masuk ke pulau ini, tampak sebuah Tugu berbentuk salib yang menandai masuknya
Injil di Kampung Asei pada tahun 1928 yang juga menandakan masuknya misionaris
dalam menyebarkan ajaran Kristen. Terdapat sebuah gereja yang dibangun pada
saat penyebaran agama disana dan masih digunakan masyarakat hingga kini.
Tak
jauh dari Tugu tersebut juga terdapat kuburan tua yang diatasnya terdapat guci
cina yang menandakan orang tersebut dahulunya berasal dari keluarga yang cukup
berada.
Saat
itu suasana kampung cuku sepi, karena memang kami berkunjung bukan di hari
libur. Sebagian masyarakat pulau ini
mencari nafkah di luar pulau dan sebagian lainnya meneruskan tradisi
turun-temurun dari sejak dahulu, yaitu membuat lukisan diatas kulit kayu
disamping juga mencari ikan di danau.
Mengelilingi
sebagian pulau asei, kami bertemu dan juga bercakap-cakap dengan beberapa
penduduk yang sedang melukis maupun yang menawarkan hasil lukisan yang di
pamerkan di teras depan rumah mereka.
Ray,
salah seorang pemuda yang kami temui sedang melakukan keahliannya menyapu kuas
diatas lembaran kulit kayu yang sudah dikeringkan dan sebelumnya sudah di
sketsa dengan pensil. Keahlian Ray dalam melukis diajarkan oleh dari ayahnya, yang mendapatkan keahlian
itu dari kakeknya. Begitulah keahlian
itu secara turun-temurun diteruskan hingga seperti menjadi warisan.
“Dulu,
kulit kayu Khombouw ini dipakai sebagai penutup tubuh atau pakaian oleh
masyarakat pulau asei”, kata Ray menambahkan.
Proses
lukisan kulit kayu itu sendiri dimulai dari mengambil batang pohon, mengelupas
kulitnya lalu ut direndam/dilunakkan, dipukul-pukul dengan besi diatas batu hingga
menjadi seperti lembaran kanvas, dikeringkan/dijemur, dan kulit kayu pun siap untuk
dilukis.
Untuk
bahan kulit kayu nya, masyarakat Pulau Asei hanya mengambil nya dari jenis pohon
khusus yang disebut Pohon Khombouw.
Setelah
men-sketsa dengan pensil, untuk menjaga keaslian dari lukisan kulit tersebut,
masyarakat Pulau Asei tidak menggunakan pewarna dari bahan kimia, melainkan dengan
pewarnaan alami. Kapur sirih digunakan untuk
warna putihnya, arang untuk warna hitamnya, dan tanah merah untuk warna
merahnya. Namun ada juga beberapa pengrajin yang sudah menggunakan cat sebagai
bahan pewarnanya.
Motif
lukisan Pulau Asei sangat khas dan menggambarkan keseharian hidup penduduk maupun
budaya yang tinggal di sekitar Danau Sentani.
Seperti Ikan, buaya, alam, filosofi hidup hingga mitos yang pernah hidup
disana.
Satu
lukisan yang telah jadi, dihargai mulai dari Rp 20,000 hingga ratusan ribu
rupaih. Kini, lukisan kulit kayu pulau
asei ini dapat dengan mudah kita jumpai disetiap hotel yang ada di Jayapura sebagai
bagian dari dekorasi hotel. Hasil karya
seni ini juga menjadi cinderamata yang dibeli bagi para pengunjung yang datang
ke Jayapura.
Tugu Salib |
Kulit Kayu Yang Dipukul besi |
Menjemur Kulit Kayu Yang Sudah Di Lukis |
Menjajakan Lukisan |
Penombak Ikan Di Danau Sentani |
Kreatif, kulit kayu bisa jadi seni..
ReplyDelete