(Mumi) Wim Motok Mabel |
Tujuan
Bangsa Mesir Kuno memufikasi jenazah adalah untuk mengumpulkan energi dari alam
semesta, yang dipercaya akan memberikan kekuatan pada jenazah tersebut. Keyakinan mereka
bahwa tubuh yang telah mati itu akan dipakai kembali saat hidup di alam
keabadian.
Proses
mumifikasi pada Bangsa Mesir adalah dengan cara diawetkan melalui proses
pembalseman, yang kemudian tubuh jenazah dibebat kain kafan dengan posisi tangan menyilang
di dada. Sebelum itu tentunya bagian dalam tubuhnya sudah dikeluarkan terlebih
dahulu.
Konon,
satu tim peneliti Jerman menyatakan telah mengungkap rahasia pengawetan mumi
Mesir kuno tersebut. Dari hasil penelitian, para ilmuwan itu berpendapat bahwa
rahasia pengawet mumi mesir berasal dari suatu zat ekstrak pinus salju.
Suku
Dani di Lembah Baliem, Wamena, Papua juga mempunyai tradisi mumifikasi yang
dilakukan pada orang-orang tertentu saja.
Ada beberapa mumi yang dapat ditemukan di Lembah Baliem. Namun tidak semua
dari mumi-mumi tersebut dapat dikunjungi atau dilihat oleh sembarang orang atau
pengunjung yang datang. Hanya orang orang tertentu dan pada waktu-waktu
tertentu saja yang dapat melihat mumi yang mempunyai nilai sakral tersebut.
Tepatnya
di Sumpaima, Kampung Jiwika Distrik Kurulu ada satu mumi yang dapat dilihat
pengunjung yang ingin menyaksikan salah satu tradisi turun temurun tersebut.
Mumi
tersebut bernama Wim Motok Mabel yang berasal dari Suku Dani yang merupakan
generasi ke tujuh. Namanya berasal dari
Wim berarti perang, Motok berarti panglima sedangkan Mabel adalah nama
keluarganya.
Pada
masa hidupnya, beliau adalah seorang kesatria dan pemimpin yang disegani oleh
masyarakatnya, memimpin rakyatnya dengan bijaksana sekaligus memberikan rasa
aman yang mungkin datang dari suku atau kelompok lain.
Mumi
yang sudah berusia lebih dari 300 tahun ini, disimpan tersendiri di dalam
pilamo (rumah bagi laki-laki). Apabila ada
pengunjung yang datang ingin melihat, mumi tersebut akan dikeluarkan dari honai
nya. Akhirnya saya pun berkesempatan
untuk melihat langsung mumi salah satu Ksatria Suku Dani tersebut. Ketika
melihatnya, saya mencoba membayangkan atau berimajinasi sesosok orang yang
sangat dihargai dan menjadi panutan pada masa hidupnya. Terlihat sebuah
onggokan tulang berlapis daging yang sudah menghitam, dengan posisi kaki yang
menekuk kedada dan mulut terbuka.
Berbeda
dengan apa yang dilakukan Bangsa Mesir Kuno, Suku Dani melakukan proses
mumifikasi dengan cara pengasapan dan melumuri tubuh jenazah dengan minyak babi.
Dalam
melakukan ritual ini, tetua adat kampung akan mengutus sepasang suami istri
yang akan membangun honai (rumah) di tengah hutan untuk melakukan pengasapan
yang akan memakan waktu sekitar 3 bulan.
Pengasapan yang dilakukan secara terus menerus hingga akhirnya membuat bagian
kulit jenazah akan lumer dan daging pun akan menempel lekat pada tulangnya. Didalam melakukan proses yang mempunyai nilai
sakral ini ada hal-hal yang tidak boleh dilanggar bagi yang melakukannya.
Pasangan
suami istri yang telah disucikan tadi, mempunyai pantangan yang tidak boleh dilanggar,
yaitu selama membuat mumi pasangan ini tidak boleh melakukan dosa termasuk
berhubungan intim yang biasa dilakukan suami istri, itulah syarat untuk menjaga
ke sakralannya.
Setiap
tahunnya masyarakat Kampung Jiwika selalu melakukan upacara untuk memperingati
kisah hidup dan sang Ksatira Mabel. Disetiap upacara, akan dililitkan kalung
yang terbuat dari kulit kayu pada lehernya dan dari jumlah kulit kayu tersebut
bisa diketahui suadah berapa lama usia mumi tersebut.
Harapan
para leluhur dan tetua dari upacara peringatan tersebut agar semangat dan
tauladan Sang Ksatria tetap diteruskan oleh generasi penerus mereka.
serem sy liat muminya ^^
ReplyDeleteHehehe...gak serem kok
ReplyDeleteKereeen :O
ReplyDeletetengkyuu...
ReplyDelete